Rabu, 01 Januari 2014

ORIENTALISME DAN SEJARAH KEMUNCULAN ISLAM



   A.    Sejarah kemunculan islam
Dalam buku Faisal Ismail terdapat dua orientalis yang menganalisis tentang sejarah kemunculan agama islam. Dua orientalis tersebut adalan William Montgomerry Watt dalam bukunya Muhammad at Mecca, dan Patricia Crone dalam bukunya yang berjudul Meccan Trade and the rise of islam.
1.      William Montgomerry Watt
Beliau adalah salah satu orientalis senior terkemuka di barat. Beliau mencoba melakukan studi yang mendalam terhadap kemunculan islam itu dengan menggunakan analisis dengan sudut pandang pendekatan sosioekonomik. Menurut Watt faktor yang mempengaruhi munculnya agama islam ialah perdagangan Mekah. Teori Watt ini dianggap oleh beberapa ilmuwan dan sejarawan sebagai teori yang baku, dan ini dijadikan aksioma oleh beberapa sejarawan.
Dalam kaitannya dengan hal ini, Watt menyatakan bahwa Mekkah merupakan kota dagang yang bertaraf internasional. Hal ini diuntungkan oleh posisinya yang sangat strategis karena terletak di persimpangan jalan yang menghubungkan jalur perhubungan dan jaringan bisnis dari Yaman ke Syria dan dari Abysina ke Irak. Selain itu, posisi Mekah yang terletak di tanah Haram semakin menambah pamor dan prestise dirinya untuk dikunjungi oleh para peziarah dan para pedagang. Watt menyatakan bahwa tumbuhnya Mekkah sebagai pusat perdagangan yang besar dan bergengsi disebabkan karena lokasi kota itu berada di tanah haram dimana orang-orang datang ke Mekkah tanpa rasa takut untuk diganggu dan di aniaya. Mekkah, dengan Ka’bah nya, menjadi pusat ziarah (haji) dan disana para pengunjung juga melakukan kontak-kontak dagang sehingga Mekkah terkenal sebagai salah satu pusat pasar raya yang termasyhur pada masa pra islam. Karena posisi strategis kota Mekkah sebagai pusat perdagangan yang bertaraf internsional, maka komoditas-komoditas yang diperdagangkan oleh orang-orang Mekkah, menurut Montgomerry Watt, adalah barang-barang dagangan yang mewah seperti emas, perak, sutera, porselin, rempah-rempah, parfum, minyak wangi, kemenyan, dan lain-lain. Pada mulanya, orang-orang Quraisy Mekkah, kata Watt selanjutnya, adalah orang-orang kelas menengah dan bekerja sebagai pengecer barang-barang dagangan. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya orang-orang Mekah memperoleh sukses besar dan mereka pun menjadi para pengusaha.
Watt mengatakan bahwa Mekkah terletak di persimpangan jalan yang menghubungkan jalur perhubungan dari Yaman ke Syria dan dari Abyssinia (Ethiopia) ke Irak. Hal ini menjadikan Mekkah dan penduduknya mempunyai relasi dagang secara reguler dan permanen dengan negara-negara tetangganya dan negara-negara asing lainnya.
Menurut Montgomerry Watt, kehidupan masyarakat Arab sebelum datangya islam, termasuk orang-orang Arab Mekkah, sangat menghargai nilai-nilai solidaritas kesukuan dan solidaritas sosial. Hal ini diperkuat pula oleh nilai-nilai humanisme kesukuan yang kuat. Ciri yang menonjol dari kehidupan mereka adalah muruwah , yaitu keberanian dalam peperangan, kesabaran dalam menghadapi ketidakberuntungan, persisitensi dalam melakukan balas dendam, perlindungan pada orang-orang yang lemah dan penantangan terhadap orang-orang yang kuat. Watt mengatakan bahwa muruwah sangat cocok dalam tatanan ekonomi nomadik yang sudah lama mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Arab itu. Lebih jauh Watt mengatakan ketika orang-orang Qurauisy Mekkah memperoleh keberuntungan dan sukses besar dalam dunia bisnis dan perdagangan, maka solidaritas kesukuan dan solidaritas sosial yang berfondasikan muruwah tadi lambat laun terkikis dan tercerabut dari akar-akar tradisi dan tatanan kehidupan mereka. Hal ini mengakibatkan hilangnya rasa kebersamaan dalam kehidupan masyarakat Mekkah. Dari kehidupan yang demikian, seorang menjadi tersisih dari kehidupan kecuali ia mempunyai kelompok untuk bergabung dan berlindung. Kini masyarakat telah sarat dengan kepentingan yang bermuatan dengan material dan finansial. Pergeseran ini memicu terpisahnya antara yang kaya dengan yang miskin. Kekayaan itu membuat masyarakat Mekkah merasa bisa hidup sendiri dan dan seolah-olah mereka tidak perlu lagi bergantung pada Tuhan. Mereka kehilangan sensitivitas untuk menyadari akan sifat Tuhanyang memberi rizki pada manusia.orang-orang Mekkah telah mengalami lunturnya nilai-nilai humanisme kesukuan dan kehidupan mereka digerogoti oleh krisis-krisis moral dan sosial ketika mereka meninggalkan tatanan ekonomi nomadik kemudian memasuki dan menjalani tatanan ekonomi kapitalis.
Terhadap krisis-krisis itulah, Muhammad melakukan respon untuk melakukan reformasi terhadap tatanan moral dan tatanan sosial berdasarkan pesan-pesan agama yang dibawanya. Maka dari itu, wahyu yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad berisi tentang pentinganya sifat kedermawanan, kemurahan hati, dan kesetiakawanan sosial. Ajaran ini akan membawa mereka pada kesadaran akan sifat Tuhan, dan kepada Nya lahsebenarnya hidup manusia bergantung.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perdagangan Mekkah menyebabkan terjadinya perubahan radikla dan fundamental dalam kehidupan masyarakat Mekkah dari tatanan ekonominomadik ke tatanan ekonomi kapitalis. Dan hal ini menyebabkan terjadinya krisis moral dan krisis sosial dalam kehidupan masyarakat Mekkah, dan terhadap inilahMuhammad memberikan respon dengan menyauarakan pesan-pesan moral dan prinsip sosial sebagaimana ajaran Tuhan. Inilah maksud dari teori Watt bahwa, perdagangan Mekkah adalah merupakan faktor yang sangat signifikan bagi kemunculan islam.[1]
2.      Patricia Crone
Telah disebutkan di atas bahwa Watt mendapat sanggahan dari Patricia Crone. Sanggahan yang dilontarkan Patricia Crone persisinya pada tahun 1987 atau lebih tepatnya 34 tahun kemudian.
Sanggahan Crone ada dalam bukunya yang berjudul Meccan Trade and the Rise of Islam. Selain menggunakan bahan rujukan yang sama dengan Watt, Crone juga mengacu pada puisi yang ditulis pada masa pra islam, berbagai tafsir Qur’an, kumpulan hadis, buku sejarah, dan sumber tradisional lainnya.
Mengenai perdagangan, Crone mengatakan bahwa Mekah bukan merupakan pusat perdagangan internasional. Kalaupun ada, itu hanya bersifat lokal. Crone mengatakan bahwa ada pusat perdagangan di Arabia yang berkembang di kawasan daerah gersang, khuususnya Aden. Akan tetapi, Aden dan kota-kota pantai di Arabia selatan berkembang menjadi pusat-pusat perdagangan karena terletak di kawasan pantai. Mekkah merupakan kota yang terletak di pedalaman. Menurut Crone, lazimnya kota-kota yang terletak di daerah pantai yang dapat memainkan peranan sebagai lalu lintas niaga dan pusat-pusat perdagangan itu tidak mungkin dilakukan oleh kota Mekkah yang terletak jauh di pedalaman. Crone berkesimpulan bahwa Mekkah bukan pusat perdaganagan internasional, tapi hanya bersifat lokal dan sama sekali tidak mempunyai arti penting.
Mengenai tanah haram dan perdaganagn, Corne mengatakan bahwa keliru anggapan yang menyatakan bahwa Mekkah tumbuh menjadi pusat perdagangan yang besar dan prestisius karena terkait dengan ka’bah. Apalagi orang-orang Mekkah percaya bahwa perdagangan selama musim haji adalah terlarang. Pendapat yang menyatakan islam munculkarena perdagangan adalah mitos belaka.
Corne, juga menyatakan bahwa barang yang diperdagangkan oleh orang Mekkah bukan barang mewah, tetapi barang yang biasa seperti, kulit, tas kulit, pakaian, keledai, onta, dan barang kebutuhan sehari-hari. Crone menyatakan bahwa perdagangan di Mekkah lebih condong digambarkan berdasarkan stereotipe-stereotipe tertentu.
Crone mengajukan hipotesisi yang jauh berbeda. Menurut Crone, mitra dagang orang Mekkah adalah Syria dan Mesir.  Crone menyimpulkan bahwa Mekkah bukan merupaka kota transit dagang. Dan ia tidak memeiliki relasi dagang dengan Ethiopia.
Crone menyatakan ketidak setujuannya terhadap teori Watt. Hal ini karena didasarkan pada alasan-alasan sebagai berikut:
1.      Tidaklah mungkin bahwa dalam waktu yang begitu singkat kekayaan komersial akan menimbulkan banyak kerusakan dalam kehidupan Mekkah. Pergeseran yang dialami masyarakat Mekkah (seperti teori Watt) memakan waktu lebih dari satu abad, yang mana dapat meraih sukses dan pada gilirannya bisa menggerogoti tatanan kesukuan dari masyarakat.
2.      Bukti-bukti tentang adanya kerusakan di Mekkah tidak memadai. Menurut Crone, kerusakan moral yang dialami masyarakat Mekah seperti diagnosa Watt ini keliru. Seperti contohnya, proteksi yang dinikmati Muhammad. Ketika Muhammad menjadi yatim piatu, Muhammad diasuh oleh kakeknya. Menurut Crone, ini mmembuktikan bahwa kesukuan dan solidaritas sosial di Mekkah masih tetap kuat dan utuh.
3.      Tesisi Watt gagal menjelaskan bahwa sebenarnya adalah di Madinah, bukan di Mekkah. Menurut Crone, adalah berlebihan jika sebuah kota yang terletak di pedalaman yang tendus memiliki berbagai problem dan dari berbagaiproblem itulah seorang pendakwah seperti Muhammad memberikan respon dengan membangun sebuah agama dunia.
Setelah mengkritisi teori Watt, Crone mengemukakan teorinya sendiri. Menurut Crone, tidaklah diragukan bahwa ada rasa persamaan dan kesatuan yang kuat dalam kehidupan masyarakat di Arabia yang didasarkan pada ikatan etnis dan kultural, bukan pada ikatan ekonomis. Keberhasilan Muhammad jelas ada kaitannya dengan fakta bahwa dia menyerukan pembentukan negara dan penaklukan. Tanpa penaklukan, di Arabia dan di Fertile Crescent, unifikasi Arabia tidak akan tercapai. Dan tidak ada bukti bahwa kepentingan komersial memberikan pengaruh pada kalangan elite politik yang memerintah dalam pengambilan keputusan untuk melancarkan penaklukan-penaklukan itu.
Akan tetapi  menurut Crone, penaklukan itu adalah sebagai alternatif dari perdagangan. Hipotesisi Crone, Muhammad ingin mencapai tujuan dan misi politik untuk mempromosikan nasionalisme Arab. Ketauhidan memberikan janji yang bagus, yaitu kekuatan dan kekuasaan. Ini membangkitakan militansi dan kebanggaan etnis bagi mereka. Seruan Muhammad inilah yang mendorong masyarakat untuk mendukungnya. Dan misi politik inilah, yang merupakan daya dorong dan daya pacu bagi tersebarnya islam secara luas.
Menurut Crone, negara yang didirikan Muhammad di Madinah di bangun oleh seorang Nabi. Negara itu didasarkan pada pilar otoritas keagamaan, bukan bukan didasarkan pada material. Arabia diapit oleh dua negara besar yaitu Persia dan Byzantium, dan inilah yang mendorong Muhammad untuk mempromosikan persatuan dan kesatuan Arab atau nasinalisme Arab, dengan cara melakukan penaklukan-penaklukan.[2]
   B.     Mencermati Pandangan Crone dan Watt
Dalam mencermati pandangan dari Watt dan Crone, dalam buku Faisal Ismail terdapat anilisis mengenai pendapat keduanya itu. Perbedaan pendapat antara Montgomerry Watt dengan Patricia Crone timbul karena perbedaan sumber sejarah. Watt mendekatinya dengan perubahan sosioekonomik, sedangkan Crone mendekatinya dengan sudut pandang politik. Namun keduanya sama-sama menganalisis secara empiris (hstoris dan sosiologis).
Keduanya terlihat jelas bahwa meneliti kemunculan islam  itu sebagai realitas kemasyarakatan yang hanya berada di bawah tanpa melihat adanya faktor kekuatan transendental atau kehedak dari Tuhan di atas.
Para sejarawan muslim menyatakan bahwa Nabi Muhammad itu diutus oleh Alllah dengan tugas pojoknya yaitu untuk mengajarkan dan menegakkan nilai moral dan akhlak luhur dan mulia. Dengan kata lain, menurut ilmuwan muslimin, faktor nubuwah adalah jauh lebih penting daripada faktor perdagangan dan faktor politik, yang mana pandangan ini dapat kita sebut sebagai pandangan yang bermuatan keyakinan teologis, dalam arti bahwa kemunculan Islam itu sangat terkait dengan adanya faktor kehendak Tuhan dari atas. Allah mengutus Muhammad agar manusia sejalan sesuai dengan cita-cita kemauan Tuhan.
Menurut Akram Khan (Sejarawan muslim)  islam tersebar luas karena ada daya tarik tersendiri. Hal ini tercermin pada argumennya, yaitu:
1.      Pada dasarnya peran islam tidak bersifat politis. Fokus utama islam adalah memberikan bimbingan pada manusia untuk sukses di akhirat. Islam adalah kesinambungan dari pesan-pesan para nabi terdahulu.
2.      Islam telah mendatangkan perubahan yang cepat dan mendasar dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat Arab (pada aspek kepercayaan, perilaku, dan cara hidup).
3.      Alasan utama tersebarnya islam secara cepat adalah karena pesan-pesan tauhid yang diajarkannya. Ajaran tauhid ini telah membebaskan manusia dari segala bentuk perbudakan, penghisapan, dan eksploitasi yang dilakukan manusia atas manusia yang lainnya. Hal ini disebutkan oleh Fazlur Rahan yang menekankan prinsip One God-one humanity.
4.      Nabi Muhammad tidak mempersoalkan masyarakat Arab dengan non Arab. Inilah makna dan hakikat universalisme islam dalam pengertian yang sesungguhnya.[3]
Kesimpulan
Ada dua pendapat mengenai kemunculan islam di dunia. Montgomerry Watt menyatakan bahwa munculnya islam itu sebagai akibat dari kondisi perdagangan dan perubahan perilaku masyarakat Arab atas majunya aspek perdagangan di Arab. Sedangkan menurut Patricia Crone menyatakan bahwa Islam muncul karena Nabi Muhammad ingin mengembangkan nasionalisme Arab hingga ke penjuru dunia. Untuk mencapai hal itu, Nabi Muhammad memperlihatkan kesatuan dan persatuan masyarakat Arab. Di mana wilayah Arab terjepit antara negara-negara besar. Yang mana Arab dapat mengupayakan penaklukan terhadap negara besar tersebut dengan sisitem nasionbalisme Arab yang sangat kuat.


[1] Faisal Ismail, Perdagangan Mekkah dan Kemunculan Islam (mendiskusikan tesisi Montgomerry Watt dan Patricia Crone), pdf.
[2] Faisal Ismail, Perdagangan Mekkah dan Kemunculan Islam (mendiskusikan tesisi Montgomerry Watt dan Patricia Crone), pdf.
[3] Faisal Ismail, Perdagangan Mekkah dan Kemunculan Islam (mendiskusikan tesisi Montgomerry Watt dan Patricia Crone), pdf.

0 komentar:

Posting Komentar