Rabu, 01 Januari 2014

Pandangan al Qur'an tentang Isa almasih sebagai anak Tuhan



PENDAHULUAN
Pandangan Islam tentang Yesus berbeda dengan ajaran Kristen. Perbedaan utama terletak pada persoalan ketuhanan Yesus, yang dalam manuskrip al-Qur'an dan bahasa Arab disebut Isa al-Masih. Pemeluk Islam mempercayai Isa Al Masih adalah seorang nabi dan juga seorang rasul yang diutus khusus untuk bangsa Israel. (makna rasul di dalam Islam berbeda dengan maknanya di dalam Kristen, lihat artikel tentang nabi). Dalam ajaran Islam, ia termasuk salah satu nabi yang termasuk rasul Ulul Azmi, yaitu rasul yang sabar dan tabah dalam mendakwahkan ajaran Allah.[1] Nama Yesus sendiri (tanpa kata ganti orang) disebutkan sebanyak dua puluh delapan kali di dalam al-Qur'an.Yesus di dalam Kekristenan juga dikenal dengan sebutan Kristus. Orang Kristen percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah, Tuhan, Mesias, dan Juru Selamat umat manusia. Sedangkan Agama Yahudi menolak anggapan bahwa Yesus adalah seorang Mesias yang telah dinubuatkan dalam kitab suci mereka.[2]
Dapat dilihat dari hal tersebut bahwa disini banyak dari berbagai kalangan yang membicarakan tentang Isa al masih sendiri terdapat berbagai perbedaan. Dari satu kalangan berbeda dengan kalangan yang lainnya. Ada yang mempercayai bahwa Isa itu merupakan Anak Allah yang harus disembah, ada yang beranggapan bahwa Isa adalah seorang Nabi, ada pula yang menganggap bahwa Isa adalah seorang Mesias. Hal ini antara lain disebabkan oleh karena perbedaan keyakinan dan atau perbedaan landasan yang mereka jadikan rujukan dalam membahas hal ini.
Maka jelas, bahwa terjadi perdebatan antar kalangan tentang hal ini. Maka mengenai Isa penulis akan sedikit membahas mengenai Isa Al masih Sebagai Anak Allah.
PEMBAHASAN
      A.    Isa almasih Sebagai Anak Tuhan Dalam Pandangan al Qur’an
Al Qur’an mengecam ungkapan Yesus sebagai Anak Allah. Nabi Muhammad sendiri mengatakan bahwa Allah itu satu dan Esa adanya: “Ia tidak pernah beranak dan tidak pernah diperanakkan”.[3] Dalam surat an Nisa ayat 171 disebutkan tentang hal ini, yang artinya: Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara.[4]
Dalam al Qur’an sendiri dikatakan bahwa Yesus sendiri menolak sebutan bahwa Ia adalah Anak Allah. Hal ini merupakan dosa terbesar, yaitu memuja sesuatu selain Allah yang Esa. Dalam al Qur’an sendiri dikatakan bahwa Kristus sendiri menolak anggapan bahwa Ia adalah Anak Tuhan.[5] Hal ini seperti dikatakan dalam surat Maryam ayat 30, yang artinya yaitu: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi”.[6]
Maka, sudah barang tentu bahwa orang-orang yang hidup sesudah Kristus lah yang membuat nya, yang mana Anak Allah itu dibuat tanpa ada dasarnya dalam ajaran Kristus sendiri.
Menurut al Qur’an, al Masih ialah nabi yang benar, tidak mengatakan sesuatu yang tidak diizinkan. Ia ialah sebagai manusia yang murni, yang diciptakan dalam rahim Maryam oleh sabda Allah. Dengan demikian, Ia memang benar-benar makhluk, yang tidak boleh dibedakan atau ditinggikan atas makhluk yang lain. Abd allah adalah nama yang tepat untuk diberikan pada manusia dan demikian juga kepada Kristus: sebagai Hamba Allah Ia memenuhi tujuan yang ditentukan oleh Allah dalam penciptaan manusia, yaitu untuk melayani dia dan bekerja sebagai pengelola rumah tangga ciptaan.[7] Hal ini sama seperti yang dinyatakan dalam surat az Zukhruf ayat 59, yang artinya: “Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya nikmat (kenabian) dan Kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani lsrail.”[8]
Dalam hal ini, terdapat persamaan antar keduanya (Islam dan Kristen) mengenai pandangan tentang Isa almasih sebagai hamba. Dalam Kristen pun Isa almasih dipandang pula sebagai Hamba Allah.[9]
Disini, dikatakan pula bahwa Kristus tidak pernah, tidak dapat dan tidak akan mendirikan kerajaan Allah yang duniawi. Orang Islam sering menunjuk pada kenyataan itu dan oleh karena nya menambahkan bahwa pesan Kristus masih belum sempurna, kemudian diperlukan nabi yang dikemudian hari menyempurnakannya.[10]
     B.     Isa almasih Sebagai Anak Tuhan Dalam Pandangan Kristen.
Tidak hanya dalam al Qur’an, dalam Alkitab pun juga mempunyai pandangan tersendiri tentang Isa atau Yesus itu sendiri. Terdapat perbedaan pandangan mengenai Isa dalam berbagai aspek. Namun, akan dijelaskan pula bahwa ada pula persamaan pandangan antar keduanya. Pandangan yang berbeda mengenai Isa seakan menjadi perdebatan antar keduanya. Perdebatan yang terdapat antar keduanya ini terdapat pada Yesus Kristus dan Ibu Nya, Maria dipuja sebagai dewa disamping Allah (Bapa). Pada zaman dahulu ada kepercayaan yang serupa, misalnya orang Mesir pada zaman purba percaya kepada Horus, anak yang suci dari Osiris dan Isis yang menjadi raja (Fir’aun). Dan pemahaman mereka tentang Yesus dan Maria dipengauhi dari situ. Hal itulah yang menjadi perbedaan pandangan dalam Islam dan Kristen.
Namun bagi orang yang mempunyai pengetahuan biarpun sedikit tentang agama Mesir kuno dan membandingkannya dengan pengajaran Kristen tentang keberadaan Kristus sebagai anak Allah akan segera melihat bahwa tidak ada persamaan sama sekali antara kedua pemahaman tersebut. Maka pembicaraan ini akan terus menjadi perdebatan dikalangan orang Islam dan Kristen. Perdebatan yang seperti ini merupakan perdebatan yang salah. Akan tetapi, al Qur’an berbicara tentang Nasara, bukan kaum Kristen. Selain itu yaitu bahwa keberadaan Kristus sebagai Anak Allah itu merupakan suatu misteri yang tidak dapat dipecahkan dengan berdebat ataupun pertimbangan filosofis. Ia merupakan masalah iman, dan hanya karunia Allah lah yang dapat membuka pikiran seseorang untuk memahami arti dan kebenaran Nya. Maka berkali-kali ditekankan bahwa iman adalah iman, dan ilmu adalah ilmu. Ilmu hanya dapat mencoba menguraikan apa yang diimani, namun mustahil ia merasakan intisarinya.
Dalam kitab Perjanjian Baru pun disebutkan bahwa, Kristus sendiri tidak begitu suka dengan penggunaan istilah “Anak Allah”. Dalam injil Mat 16:18 dyb disebutkan bahwa petrus pernah menyebut Isa dengan sebutan Anak Allah. Namun Yesus mendiamkan pernyataan tersebut serta menyuruh murid Nya untuk tidak mengatakan kepada siapapun bahwa Ia adalah Mesias (ayat 20). Tidak disebut-sebut istilah “Anak Allah”.[11]
Di hadapan Mahkamah Agama, sebelum para tua-tua Yahudi membawa Yesus untuk dihukum mati, mereka bertanya, “Kalau begitu, Engkau ini Anak Allah?” (lih. juga, Mat 26:63, “…katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak?”). Jawab Yesus: “Kamu sendiri mengatakan, bahwa Akulah Anak Allah.” Lalu kata mereka: “Untuk apa kita perlu kesaksian lagi? Kita ini telah mendengarnya dari mulut-Nya sendiri.” (Luk 22:70-71).
St. Thomas Aquinas dalam bukunya Catena Aurea menjelaskan ayat ini dalam Injil Matius, dengan mengutip pengajaran St. Ambrosius, “Tuhan Yesus lebih berkehendak untuk membuktikan bahwa diri-Nya adalah Raja [Anak Allah], daripada mengatakan bahwa diri-Nya sendiri adalah Raja [Anak Allah], sehingga mereka [para tua-tua Yahudi] tidak mempunyai alasan untuk menghukum-Nya, ketika mereka mengakui kebenaran yang atasnya mereka menuntut Dia. Maka Yesus berkata, “Kamu sendiri mengatakan bahwa Akulah Anak Allah.”[12]
Hal pertama yang menjadi perhatian Yesus adalah pemberitaan tentang pertobatan, karena kerajaan Allah sudah dekat. Kedatangan Yesus membawakan tanda-tanda kerajaan ini. Bagi mereka ini, kerajaan Allah bukan bagian dari mite masa depan, melainkan bagian dari kehidupan mereka, serta tidak hanya dipahami sebagai sesuatu yang spiritual melainkan yang menyangkut kehidupan jasmani mereka pula. Yesus mengatakan bahwa Ia tidak akan mendirikan kerajaan duniawi.
Bagi mereka (yang menyaksikan Yesus), misteri kepribadian Nya terletak pada hubungan Nya dengan Allah. Hal ini bukanlah suatu hubungan keagungan dan kemewahan, kuasa atau kemuliaan, melainkan ketaatan dan kerendahan hati. Ia menolak, atau paling tidak mengesampingkan sebutan “Anak Allah”, namun Ia lebih menyukai “Mesias” yang disebutkan oleh Petrus.
Mesias disini dipahami sebagai seorang yang seperti gembala yang membimbing dan menjaga kawanan dombanya sehingga berlaku sebagai seorang hamba bagi mereka yang dipercayakan kepadanya. Pemahaman tentang Yesus sebagai Mesias diperoleh dari cara Dia berhubungan dengan orang-orang lain, cara Nya melayani mereka dan bagiamana Ia membawa penghiburan bagi mereka yang terlupakan. Orang merasa bahwa perbuatan rendah hati ini tentu mendapatkan kekuatan Nya dari Allah. Yesus menyatakan diri Nya Mesias itu dengan cara menghambakan diri, dan dengan cara menggunakan kekuatan Nya bukan untuk membunuh musuh Nya, namun untuk melayani umat manusia dengan apa yang mereka perlukan.
Yesus menjadi manusia, sama seperti manusia yang lain. Bahkan Ia menempati kedudukan terbawah dalam hierarki kemasyarakatan. Dan dengan ini, Ia menjadi contoh bagi semua orang yang ingin mengikuti Dia.
Setelah memenuhi tujuan hidup Nya sebagai manusia, Allah membangkitkan Nya kembali dan memberi Nya nama yang tertinggi. Allah mengakui sendiri bahwa Yesus Kristus adalah Anak Nya, bahwa Ia adalah Tuhan.
Dalam hal ini, pendapat al Qur’an dapat juga diterima orang Kristen kalau dalam berbagai kesempatan ia menekan kan bahwa bukan Yesus sendiri yang mengajarkan kepada murid Nya untuk memanggil Nya Anak Allah. Adalah Allah sendiri yang mengakui Nya sebagai Anak Nya, setelah Yesus menyelesaikan tugas Nya sebagai manusia. Yesus Kristus tidak menjadi Anak Allah melalui kebangkitan Nya, namun Ia adalah Anak Allah dalam keberadaan Nya sebagai hamba.
Dalam Perjanjian Baru menjelaskan bahwa Kristus memerintah dengan cara yang berbeda, dengan cara penguasa duniawi, yakni sebagai hamba. Ia mengatasi semua cobaan untuk mengubah keadaannya. Misalnya, ketika  Ia ditangkap, ketika beberapa murid Nya ingin menggunakan kekerasan dan satu diantaranya telah mengkhianati Dia agar Ia dipaksa memperlihatkan kekuasaan Nya yang dahsyat, namun Ia tetap menolak percobaan itu.
Dalam al Qur’an sendiri pun terdapat pesan yang mana dikemukakan dalam kurun waktu 600 tahun setelah Kristus berada di dunia, dan dalam waktu yang sama gereja sudah berkembang. Apakah al Qur’an perlu mengingatkan orang-orang Kristen bahwa Anak Allah benar-benar Anak Allah dalam arti Hamba Allah, atau abd Allah? Disini, dikatakan bahwa Kristus tidak pernah, tidak dapat dan tidak akan mendirikan kerajaan Allah yang duniawi. Orang Islam sering menunjuk pada kenyataan itu dan oleh karena nya menambahkan bahwa pesan Kristus masih belum sempurna, kemudian diperlukan nabi yang dikemudian hari menyempurnakannya.[13]
Anak Allah merupakan pengakuan, dan pengakuan ini lahir dari keyakinan bahwa Allah telah membangkitkan Nya dari kematian. Dan Allah sendiri mengakui Nya sebagai Anak Nya. Dan bukan Yesus yang mengatakannya. Namun, gereja memahami Kristus sebagai Anak Tuhan yang memerintah dan merupakan raja yang harus diberi bakti. Pemahaman Kristus tidak lagi dipahami sebagai pelayanan, melainkan sebagai pemerintahan juga dengan memakai jubah raja duniawi, dan menguasai politik. Mereka tidak lagi meniru Kristus sebagaimana yang diperintahkan Paulus, namun mereka bertingkah laku seperti raja-raja mini, yang merasa lebih dekat dengan Allah daripada orang yang lain.
Dalam al Qur’an mengingatkan orang-orang Kristen bahwa mereka adalah manusia seperti orang-orang lainnya, dan tidak lebih seperti orang-orang yang lain. Olaf Schuman berpendapat bahwa agresivitas terhadap sebutan Anak Allah sebagian diawali atau merupakan jawaban terhadap sikap orang-orang Kristen yang sombong dan merasa tinggi hati, yang menganggap diri sendiri sebagai pengikut Anak Allah dan mau menjadi sendiri Anak-Anak Allah. Jadi al Qur’an benar dalam menghukum sikap seperti itu yang juga bertentangan dengan pesan Alkitab (Al Qur’an dengan Alkitab sependapat).
Maka apabila sebutan ini dipahami sebagaimana Perjanjian Baru, tidak perlu ada kekhawatiran bahwa dibalik itu ada usaha manusia untuk menantang kesatuan Allah. Sebaliknya, hal itu memperlihatkan bahwa sebutan tersebut betul-betul diyakini sungguh-sungguh karena Kristus dalam keberadan Nya sebagai manusia pun tidak menuntut untuk dipuja dalam rupa Allah. Yang dituntut oleh Kristus adalah ketaatan sebagai hamba, agar para murid Nya menjadi pengikut Nya yang sebenarnya.[14]
C.     Isa almasih Sebagai Anak Tuhan Dalam Pandangan Gereja
Gereja sendiri memandang Isa almasih sebagai Anak Allah pun berbeda pandangan dengan Kristen, dan apalagi dengan Islam. Gereja menggunakan sebutan Anak Allah dengan mengkaitkannya dengan paham Yahudi tentang Mesias sebagai penyelamat duniawi, paham yang mana ditolak oleh Yesus sendiri meskipun Ia tidak menolak disebut sebagai Mesias. Bagi gereja, contoh kuasa dan kemuliaan Allah adalah raja-raja, bahkan seringkali juga para panglima perang, seringkali juga gereja memihak pada pemenang dan berdiam diri di kala terjadi ketidakadilan. Contoh kuasa kemuliaan Allah : Raja, panglima perang, dan lain-lain, yang mana lebih bersifat tidak melayani namun memerintah bersama penguasa duniawi. Di situ sikap Yesus diputarbalikkan dan berita injil  Nya dikhianati.[15]
Gereja memahami Kristus sebagai Anak Tuhan yang memerintah dan merupakan raja yang harus diberi bakti. Pemahaman Kristus tidak lagi dipahami sebagai pelayanan, melainkan sebagai pemerintahan juga dengan memakai jubah raja duniawi, dan menguasai politik. Mereka tidak lagi meniru Kristus sebagaimana yang diperintahkan Paulus, namun mereka bertingkah laku seperti raja-raja mini, yang merasa lebih dekat dengan Allah daripada orang yang lain.[16]




PENUTUP
Kesimpulan
Jadi, dapat disimpulkan bahwa mengenai sebutan “Isa Almasih sebagai Anak Allah” terdapat persamaan paham antara al Quran dengan Alkitab. Yaitu, bahwa sesungguhnya makna “Anak Allah” itu adalah Isa almasih sebagai Hamba Allah. Dalam al Qur’an dan Alkitab sendiri pun dikatakan bahwa Yesus sendiri menolak jikalau Ia disebut-sebut sebagai Anak Allah. Namun, Yesus tidak menolak jika Ia dipandang sebagai seorang Mesias. Karena, dalam Alkitab sendiri dikatakan bahwa Mesias yang dimaksud disini bukan Mesias yang dipahami seperti dipahami oleh orang-orang Yahudi –Orang yang memenangkan peperangan, dan mendirikan kerajaan baru sehingga ia dapat menjadi penguasa– melainkan Mesias yang dipahami sebagai Hamba Allah, yang mana ketika Ia menjadi manusia, Ia benar-benar sama dengan manusia lainnya, bahkan Ia menjadi pelayan bagi manusia yang lain. Mesias adalah seperti seorang gembala yang membimbing dan menjaga kawanan dombanya.

DAFTAR PUSTAKA
Olaf Schumann, Pemikran Keagamaan Dalam Tantangan, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia), 1993
Indeks Tematik al Qur’an, Nabi Isa adalah Hamba Allah dan bukan Tuhan, diakses pada 19 November 2013, dari http://alquranalhadi.com/index.php/kajian/tema/2022/nabi-isa-as.-adalah-hamba-allah-dan-bukan-tuhan
Wikipedia, Isa almasih, diakses pada 19 November 2013, dari http://id.wikipedia.org/wiki/Yesus
Wikipedia, Pandangan Islam Tentang Isa, diaksespada 19 November 2013, dari http://id.wikipedia.org/wiki/Pandangan_Islam_tentang_Yesus


[1] Wikipedia, Pandangan Islam Tentang Isa, diaksespada 19 November 2013, dari http://id.wikipedia.org/wiki/Pandangan_Islam_tentang_Yesus
[2] Wikipedia, Isa almasih, diakses pada 19 November 2013, dari http://id.wikipedia.org/wiki/Yesus
[3] Olaf Schumann, Pemikran Keagamaan Dalam Tantangan, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia), 1993, h. 193
[4] Indeks Tematik al Qur’an, Nabi Isa adalah Hamba Allah dan bukan Tuhan, diakses pada 19 November, dari http://alquranalhadi.com/index.php/kajian/tema/2022/nabi-isa-as.-adalah-hamba-allah-dan-bukan-tuhan
[5] Olaf Schumann, Pemikran Keagamaan Dalam Tantangan, h. 193
[6] Indeks Tematik al Qur’an, Nabi Isa adalah Hamba Allah dan bukan Tuhan, diakses pada 19 November, dari http://alquranalhadi.com/index.php/kajian/tema/2022/nabi-isa-as.-adalah-hamba-allah-dan-bukan-tuhan
[7] Olaf Schumann, Pemikran Keagamaan Dalam Tantangan, h. 193
[8] Indeks Tematik al Qur’an, Nabi Isa adalah Hamba Allah dan bukan Tuhan, diakses pada 19 November, dari http://alquranalhadi.com/index.php/kajian/tema/2022/nabi-isa-as.-adalah-hamba-allah-dan-bukan-tuhan
[9] Olaf Schumann, Pemikran Keagamaan Dalam Tantangan, h. 201
[10] Olaf Schumann, Pemikran Keagamaan Dalam Tantangan, h. 205
[11] Olaf Schumann, Pemikran Keagamaan Dalam Tantangan, h. 197
[12] Katolisitas org., Di ayat-ayat apakah Yesus disebut Allah, diakses pada 20 Novenber 2013, dari http://katolisitas.org/9733/di-ayat-ayat-manakah-yesus-disebut-sebagai-allah-god
[13] Olaf Schumann, Pemikran Keagamaan Dalam Tantangan, h. 205
[14] Olaf Schumann, Pemikran Keagamaan Dalam Tantangan, h. 193-207
[15] Olaf Schumann, Pemikran Keagamaan Dalam Tantangan, h. 203
[16] Olaf Schumann, Pemikran Keagamaan Dalam Tantangan, h. 206

0 komentar:

Posting Komentar