PENDAHULUAN
Semua orang Kristen mengenal dan mengakui dosa. Dosa manusia dalam
ajaran Kristen berasal dari Adam dan Hawa yang berada di surga. Dan suatu
ketika Hawa dipengaruhi oleh ular untuk memakan buah yang dilarang Allah.
Akhirnya Hawa tergoda dan mereka pun memakan buah itu. Memakan buah tersebut
adalah dosa. Dan dosa tersebut adalah dosa yang disebut dengan dosa warisan.
Berikut penulis akan membahas tentang dosa warisan.
PEMBAHASAN
a.
Pengertian
dan hakekat dosa
Pengertian Dosa
Alkitab menggunakan beraneka macam istilah untuk dosa. Hal ini
tidak mengherankan karena tema utama Alkitab adalah “pemberontakan manusia
terhadap Allah dan respon Allah yang penuh anugerah”. Berikut adalah istilah
atau kata-kata asli dalam Alkitab (Perjanjian Lama: Ibrani; Perjanjian Baru:
Yunani) yang diterjemahkan dalam Alkitab bahasa Indonesia sebagai “dosa”.
Perjanjian Lama: Ibrani
Pertama, “Khattat”.
Istilah ini merupakan istilah yang paling sering digunakan dalam Perjanjian
Lama. Kata ini muncul ratusan kali dalam Perjanjian Lama (580 kali). Beberapa
ayat yang menggunakan kata ini adalah: Kejadian 4:7; 39:9; Keluaran 32:30;
Mazmur 51:6 dsb).
Kedua, “Khet”.
Merupakan istilah yang seasal dengan khattat.
Ketiga, “Pesya”. Kata
ini mempunyai arti tindakan “memberontak”, “melawan”, “menentang”.
Dapat disimpulkan hal ini menyangkut tentang pemberontakan atau pelanggaran
terhadap kehendak dan perintah Allah.
Keempat, “Syagag”.
Kata ini berarti dosa yang “tidak disengaja”, karena tidak
hati-hati, karena tidak sadar dan tanpa diketahui. Contoh
penggunaannya adalah dalam Imamat 4:2, 13. Contoh penggunaan: “Katakanlah
kepada orang Israel: Apabila seseorang tidak dengan sengaja berbuat dosa
(syagag) dalam sesuatu hal yang dilarang TUHAN dan ia memang melakukan salah
satu dari padanya,” (Imamat 4:2).
Kelima “Asyam”. Kata
ini artinya adalah melanggar, berbuat khilaf/kesalahan.
Keenam, “Awon/Avon”.
Kata benda (nomina) Ibrani ‘ÂVON, -âlef – vâv – nun, diterjemahkan oleh LAI
dengan “hukuman”,
“kedurjanaan”, “kesalahan”, “dosa“. Kata ini berasal dari kata
kerja ‘ÂVÂH, yang artinya adalah “membengkokkan” yang lurus, “memutarbalikkan”,
“mengubah bentuk”. Kata ÂVON/AWON senantiasa dihubungkan dengan perbuatan jahat
(sesat, menyeleweng, murtad, dst) yang dilakukan semasa hidup di dunia.
Perjanjian Baru: Yunani
Pertama, “Hamartia”.
Kata ini mempunyai makna “tidak mengenai sasaran atau meleset”.
Kata ini merupakan kata yang paling umum digunakan di dalam Perjanjian Baru.
Kata ini ditulis 174 kali, dan 71 kali diantaranya terdapat di dalam
surat-surat rasul Paulus. Kata ini bukan hanya menunjuk pada perbuatan dosa,
tetapi juga keadaan hati dan pikiran yang jahat.
Kedua, “Parabasis”.
Kata ini berasal dari kata kerja “Parabaino” yang maknanya adalah “melanggar“.
Secara konseptual berarti berjalan melewati garis, seperti para murid Yesus
dituduh “melanggar” adat istiadat nenek moyang mereka, dan ungkapan “melangkah
keluar” dari ajaran Yesus dalam 2 Yohanes 1:9. Jadi, “parabasis” berarti
“pelanggaran” atau “menyimpang dari yang seharusnya”.
Ketiga, “Adikia”.
kata ini memiliki makna “kejahatan”, “perbuatan yang tidak benar”.
Hal ini merupakan perbuatan lahiriah atau dari luar, yang dinilai merupakan
sesuatu perbuatan yang tidak benar sama seperti yang dikatakan oleh hukum-hukum
dunia tentang orang bersalah. Di pengadilan ketika semua pemeriksaan sudah
selesai, maka hakim akan memvonis, bahwa terdakwa bersalah. Itulah adikia,
berarti seseorang telah berbuat salah.
Keempat, “Anomia”. Kata
ini berasal dari kata sifat “Anomos” yaitu partikel negatif A dan kata benda
“Nomos” (hukum). Jadi, anomia adalah “suatu kondisi tanpa hukum karena
mengabaikannya/tidak memperdulikan hukum/tidak mentaati hukum”.
Contoh penggunaan: “Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah
(anomia), sebab dosa ialah ‘pelanggaran hukum Allah’ ( anomia).”
Kelima, “Asebeia”.
Kata ini memiliki makna tentang kefasikan dan tidak mengenal Allah
Keenam adalah “Paraptoma.”
Kata ini memiliki makna kesalahan, tidak berdiri teguh pada saat harus
teguh, tidak sampai kepada yang seharusnya, pelanggaran secara sengaja
Ketujuh adalah “Agnoema”.
Artinya tidak
berpengetahuan, tidak berpengertian. Contoh penggunaan: “tetapi ke
dalam kemah yang kedua hanya Imam Besar saja yang masuk sekali setahun, dan
harus dengan darah yang ia persembahkan karena dirinya sendiri dan karena
‘pelanggaran-pelanggaran’, yang dibuat oleh umatnya ‘dengan tidak sadar’
(agnoema).”[1]
Hakekat Dosa
Setelah
mempelajari akar kata dan asal mula dosa, maka kita sampai pada hakekat dari
dosa itu sendiri. Daripada menjadi gambar Allah, manusia ingin menjadi sama
dengan Allah. Manusia ingin memutuskan sendiri apa yang baik dan apa yang
jahat. Manusia mencurigai Allah dan tidak percaya kepada hukum Allah. Manusia
tidak percaya bahwa tujuan Allah di dalam hukum-Nya adalah semata-mata demi
kebahagiaan manusia. Di dalam pemberontakannya itu manusia menyangka bahwa
tujuan Allah dengan hukum-Nya ialah kesengsaraan manusia, dan bahwa pelanggaran
terhadap Hukum Allah merupakan kebahagiaan manusia.
Studi
Alkitab menunjukkan bahwa dosa tidak berasal dari jasmaniah manusia, tetapi
berasal dari inti manusia itu sendiri, yaitu “hatinya”, di dalam hubungannya
dengan Allah. Tuhan Yesus mengatakan, “dari dalam, dari hati orang, timbul
segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan … Semua hal-hal jahat
ini timbul dari dalam dan menajiskan orang” (Mrk 7:21-23; bnd Kej 6:5; Yer
17:9; Rm 3:10-18; Rm 7:23). Jika hati itu dipenuhi dengan kesombongan, maka
kesombongan itu akan meluapkan hawa nafsu. Jika hati tidak jujur lagi di
hadapan Allah, maka badan kita pun disalahgunakan untuk perbuatan-perbuatan
seperti percabulan, kejahatan, rakus, ketamakan, kecemaran dan sebagainya.[2]
b.
Dosa
waris dan dosa perbuatan
Dosa Waris
Alkitab mengajarkan bahwa ada dua
jenis dosa secara umum. Yaitu, yang pertama disebut sebagai “Dosa Warisan”. Adam dijadikan Tuhan Allah
sebagai kepala umat manusia. Sebagai kepala umat manusia ia menerima
perintah/perjanjian Tuhan dan sebagai kepala umat manusia ia melanggar
perintah/perjanjian itu. Rasul Paulus mengatakan, karena seorang, dosa masuk ke
dalam dunia (Roma 5:12,19). Akibatnya semua orang sesudah Adam adalah berdosa
di hadapan Allah. Bukan hanya itu saja, kesalahan Adam juga diperhitungkan dan
dijatuhkan kepada umat manusia keturunannya (Kej 3; Rm 3:23; Rm 5:18).
Keberdosaan Adam, mengakibatkan masuknya dosa ke dalam dunia. Peristiwa
tersebut merupakan awal dari kerusakan moral manusia. Secara perlahan, dosa
mempengaruhi aspek-aspek hidup manusia, sehingga segala kecenderungan hati
manusia adalah jahat sejak kecil (Kejadian 8:21).[3]
Dosa Perbuatan
Adalah “dosa perbuatan” Yaitu dosa yang dilakukan oleh individu
manusia yang bersangkutan, baik secara sengaja atau tidak sengaja dan diperbuat
melalui hati/pikiran/pandangan mata/perkataan dan perbuatan.[4]
c.
Manusia
sebagai citra Allah
Dalam pandangan kristiani, manusia
dipahami sebagai citra Allah yang menjadi partner (rekan kerja) Allah.
Kitab Kejadian menyebutkan bahwa manusia diciptakan secitra dengan Allah (Kej
1:26-27). Dengan alasan bahwa manusia berkuasa atas ciptaan lain, maka manusia
menampakkan dan menampilkan citra Penciptanya. Sifat alami manusia tidak dapat
berdiri sendiri namun hanya berarti dalam relasinya dengan Allah. Manusia
ditempatkan dalam ciptaan yang secitra dengan Allah, sebagai citra Allah
manusia menghadirkan Penciptanya di dunia.
Keunikan kodrat manusia, antara lain terletak pada akal budi yaitu
kemampuan untuk mengambil keputusan dan menentukan diri sendiri. Individualitas
dan rasionalitas menjadikan manusia menjadi makhluk berpribadi. Pribadi manusia
tidak hanya menunjuk dimensi rohani manusia saja, tetapi juga berhubungan
dengan keberadaan manusia secara menyeluruh. Pribadi menunjuk manusia sebagai
roh yang berdaging. Tubuh dan jiwa manusia adalah suatu kesatuan. Sifat yang
paling bermakna dari pribadi manusia adalah menjadi subyek, yaitu sumber
interior keputusan bebas. Sebagai pribadi, manusia menjadi tuan atas semua
tindakan dan perwujudan dirinya. Pribadi manusia berperan menata kembali dalam
dirinya suatu pusat kegiatan manusia dengan menguasai diri dan seluruh kegiatan
hidupnya. Sebagai subyek moral, manusia adalah subyek hal dan kewajiban sebab
manusia adalah pemegang hak dan kewajiban. Sebagai pemegang hak, manusia mampu
melakukan sesuatu bagi pribadinya atau bagi orang lain. Hak-hak yang terletak
dalam pribadi manusia merupakan perpanjangan diri manusia. Hak-hak itu
dipandang sebagai ruang yang menjamin otonomi manusia; hak-hak itu memungkinkan
manusia untuk mengambil keputusan dan mengendalikan hidupnya. Disamping makhluk
berakal budi dan makhluk rohani, manusia adalah makhluk dinamis yang hidup,
bertumbuh, dan berkembang dalam dinamika sejarah, menyejarah dan manusia adalah
sejarah itu sendiri.[5]
d.
Manusia
sebagai makhluk berdosa
Penulis kitab Kejadian juga
menggambarkan tentang sifat manusia yang jahat yang memberontak kepada Allah
yang mengakibatkan hubungan baik dengan Allah menjadi putus dan rusak. Manusia
menjadi tidak setia kepada Penciptanya. Manusia jatuh ke dalam dosa karena
ulahnya sendiri. Rasul Paulus menjelaskan hal ini dengan mengatakan : “tidak
ada yang benar seorang pun tidak, semua telah berbuat dosa dan hilang kemuliaan
Allah. (Roma 3: 10, 23.). Kata-kata Paulus ini dapat dipahami berdasarkan
pemahaman bahwa dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang (Roma 5 : 12)
yang mengakibatkan semua orang menjadi berdosa.[6]
Asal usul dosa manusia adalah karena
peristiwa kejatuhan Adam dan Hawa ke dalam dosa saat berada di Taman Eden
setelah dipengaruhi oleh ular. Ular datang dan membujuk Hawa untuk memakan buah
dari Pohon Pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat tersebut. Singkat
cerita, keduanya lalu memakan buah dari pohon tersebut. Tindakan mereka
mengakibatkan keduanya menjadi “telanjang”, kehilangan kemuliaan Allah.[7]
e.
Rasionalisasi
Keberadaan dosa waris
Irenaeus
Pandangan Irenaeus tentang ini, ia
menggambarkan Adam dan Hawa sebagai anak-anak. “Tuan (atas bumi), yaitu manusia,
itu kecil;karena itulah seharusnya ia perlu bertumbuh, dan dengan demikianlah
samia pada kesempurnaan.” Lebih jauh, Adam dan Hawa itu seperti anak-anak dan
belum dewasa, mereka mudah dicobai. “manusia adalah anak-anak, pengertiannya
belumla sempurna; karena itu pula ia mudah disesatkan oleh pendusta tersebut.”
Dengan diciptakan menuurut citra Allah, manusia belum sempurna seperti Allah.
Irenaeus berpendapat bahwa tujuan umum dari ciptaan dan peran sang penebus
adalah membawa semua makhluk ciptaan yang tidak sempurna ini pada kepenuhannya.
Origenes
Bagi Origenes, Allah semacam kuasa
dan kebaikan yang tak terbayangkan sehingga alam semesta karena dijadikan oleh
tangan sang pencipta seharusnya lebih rendah kesempurnaanya. Eksistensi
jiwa-jiwa manusia mendahului penjelmaan badani mereka, bahwa mereka ada pada
awal penciptaan, dan cerita tentang kejatuhan pada kitab kejadian merupakan
alegori kejatuan prakosmis dari pada malaikat yang menyatakan pada awal mula,
mereka semua murni mahluk cerdas, baik roh jahat jiwa maupun malaikat. Satu
diantara mereka, iblis karena memiliki kehendak bebas, memilih untuk menentang
Allah dan Allah mengusirnya masing-masing mendapatkan ganjaran sesuai dengan
kadar keberdosaannya. Oleh karena itu, Allah menjadikan dunia ini, mengikat
jiwa pada tubuh sebagai hukuman. “Semua manusia pada hakekatnya sangat jelas
cenderung berdosa.” Kejatuhan juga menyebabkan malapetaka dan kesusahan dalam
hidup ini: “sungguh nyata bahwa jiwa-jiwa yang cemas tidak bersalah akibat
dosa-dosa sebelumnya.”
Athanasius
Dia memandang kisah kejatuhan dalam
kejadian sebagai suatu peristiwa historis, bukan prahistoris. Adam dan Hawa
diciptakan menurut citra Allah dan, jika menaati perintah itu, mereka akan
memperoleh kehidupan “tanpa kesusahan, kesakitan, atau kecemasan dan kepastian
kekal hidup di surga.” Oleh karena dosa mereka, keturunan mereka “tidak lagi
hidup di dalam firdaus, tapi mengalami kesengsaran hidup di luar firdaus,
selanjutnya mati dan hancur”.
Augustinus
Pendapat Augustinus ini merupakan
respon dari pendapat Pelagius. Pelagius berpegang pada suatu pandangan yang
optimstis tentang hakikat manusia, yang meyakini bahwa kehendak manusia pada
hakikatnya baik dan mampu memilih secara benar. Oleh karena itu Pelagius
memberi penekanan atas tanggung jawab pribadi.[8] Dibawah
ini perbedaan antara pandangan Pelagius, Augustinus, Semi Pelagius, dan semi
Augustinus.[9]
Pandangan
|
Ringkasan
|
Augstianism
|
Manusia mati dalam dosa; keselamatan diberikan secara total oleh
kasih karunia Allah, yang hanya diberikan kepada orang pilihan.
|
Pelagianism
|
Manusia dilahirkan dalam keadaan baik dan bisa melakukan apa yang
perlu untuk keselamatan
|
Semi pelagianism
|
Kasih karunia Allah dan kehendak manusia bekerja sama dalam
keselamatan, dan ma-nusia harus berinisiatif / mengambil langkah pertama.
|
Semi Augustinism
|
Kasih karunia Allah diberikan kepada semua orang, memampukan
seseorang untuk memilih dan melakukan apa yang perlu untuk keselamatan.
|
f.
Akibat
dosa
Kejatuhan
manusia ke dalam dosa mempunyai implikasi yang luas sekali kepada diri manusia
itu sendiri. Ada beberapa aspek yang akan kita lihat berkenaan dengan akibat
dari dosa yang dilakukan oleh manusia.
Dalam
hubungannya dengan Allah
Dampak
yang paling utama berkaitan dengan dosa yang dilakukan oleh manusia adalah
dalam hubungannya dengan Allah. Pertama, di mata Allah manusia sudah mati dan
akan menuju maut (Roma 3:23; Rm 6:23).
Kedua,
manusia tidak layak untuk menghadap Allah. Pengusiran Adam dan Hawa dari Taman
Eden ke luar, merupakan ungkapan geografis dari pemisahan spiritual manusia
dari Allah, serta ketidaklayakan untuk menghadap Dia dan menikmati keakraban
dengan Dia (Kej 3:23). Malaikat dengan pedang yang bernyala-nyala yang menutupi
jalan menuju Eden melambangkan kebenaran mengerikan bahwa dalam dosanya,
manusia menghadapi pertentangan dan perlawanan dari Allah, yaitu murka Allah
(Kej 3:24; Mat 3:7; I Tes 1:10).
Ketiga,
manusia tidak sanggup lagi melakukan kehendak Allah. Meskipun Allah memanggil
dan memerintahkan manusia dan menawarkan kepada kita untuk jalan kehidupan,
kebenaran dan kebebasan, kita tidak sanggup lagi menjawab panggilan Allah itu
sepenuhnya. Manusia tidak bebas dan tidak sanggup untuk menyesuaikan diri
dengan rencana Allah karena telah menjadi budak dosa (Yohanes 8:34; Roma
7:21-23).
Keempat,
manusia tidak benar di mata Allah. Kegagalan untuk mematuhi hukum dan kehendak
Allah membuat manusia berada di bawah kutukan hukum, rasa bersalah dan
penghukuman yang makin bertambah bagi pelanggar hukum (Roma 5:12; Ulangan
27:26; Galatia 3:10).
Kelima,
manusia tidak peka lagi terhadap firman Allah. Allah berbicara baik melalui
firman yang tertulis, yaitu Taurat, Alkitab dan juga lisan melalui
nabi-nabi-Nya kepada umat manusia. Akan tetapi dosa telah membuat manusia
menjadi bebal dan lebih memilih untuk tidak mentaati firman Allah. Akhirnya
manusia menjadi tidak mengenal Allah dan tidak mengerti hal-hal mengenai Roh.
Hal-hal ini membuat manusia menjadi angkuh dan dalam lingkup keagamaan,
keangkuhan ini diungkapkan sebagai pembenaran diri.
Manusia
menentukan sendiri norma-norma bagi dirinya dan membenarkan dirinya menurut
norma-norma itu. Manusia mencari-cari alasan bagi dosa dan merasa yakin di
hadapan Allah karena prestasi-prestasi moral dan religiusnya dengan berbagai
macam agama dan kepercayaannya. Ada juga yang kemudian menolak eksistensi Allah
secara teori (ateisme). Namun itu semua sesungguhnya hanya untuk bersembunyi
dari Allah (seperti Adam dam Hawa di Eden) dan untuk menghindari “keseraman”
apabila harus berdiri di hadapan Allah dengan kesalahannya terpampang di depan.
Dalam
hubungannya dengan sesamanya
Terputusnya
hubungan manusia dengan Allah langsung mempengaruhi hubungan manusia dengan
sesamanya. Adam menuduh Hawa dan menyalahkannya sebagai penyebab dosa (Kej
3:12). Kisah kejatuhan manusia segera diikuti dengan peristiwa pembunuhan Habel
(Kej 4:1-6). Dosa membuat manusia tidak lagi bisa saling mengasihi dengan
tulus, yang ada adalah konflik, perpecahan antar bangsa/suku, prasangka rasial,
dan terbentuknya blok-blok internasional yang saling bermusuhan.
Dosa
membuat perpecahan, pemisahan dan pertikaian antara manusia dan sesamanya baik
di dalam kelompok masyarakat, agama, sosial, keluarga bahkan gereja. Dosa
membuat manusia “mengeksploitasi” sesamanya. Eksploitasi ini dapat dengan jelas
kita lihat dalam hubungan antara pria dan wanita. Sejarah mencatat kaum pria
telah mendominasi wanita dengan kekerasannya. Wanita digunakan bagi kepentingan
egois pria, penolakan pria memberikan persamaan hak dan martabat kepada wanita
merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri.
Dalam
hubungannya dengan dirinya
Manusia
kehilangan arah batin dan hidup dalam sejuta konflik dalam dirinya (Lihat Rm
7:23). Pengaruh dosa nyata dalam penipuan diri sendiri. Manusia tidak lagi
mampu menilai dirinya dengan benar dan tepat. Dosa telah membuat manusia tidak
lagi mampu memandang dirinya sebagai ciptaan Allah yang mulia (Mzm 8:6).
Manusia menjadi malu dengan dirinya sendiri, batinnya senantiasa bergejolak
mencari arah kehidupan ini. Bahkan terkadang manusia tidak dapat berdamai
dengan dirinya sendiri.
Dalam
hubungannya dengan alam semesta
Manusia
telah kehilangan keharmonisannya dengan alam ini. Manusia yang seharusnya
memelihara dan mengusahakan bumi bagi kemuliaan Tuhan (Kej 2:15) malah
mengeksploitasinya secara sembarangan sehingga mengakibatkan kerusakan alam ini
(hutan menjadi gundul, banjir dsb). Udara, air, dan tanah menjadi kotor oleh
polusi yang disebabkan keserakahan manusia.
Dalam
hubungannya dengan waktu
Manusia
yang jatuh ke dalam dosa, hidup dalam waktu yang dibatasi karena dosa itu. Dosa
membuat manusia kehilangan kekekalan (Kej 2:17; 3:19), hari-harinya menjadi
terbatas (Mzm 90:9-10). Manusia harus menghadapi kematian sebagai akhir
hidupnya.[10]
g.
Penebusan
dosa
Penebusan berarti pembebasan dari sesuatu
yang jahat dengan pembayaran suatu
harga. Artinya lebih dari sekedar pembebasan saja. Demikianlah tawanan-tawanan
perang dapat dibebaskan berdasarkan pembayaran harga yg disebut uang tebusan
(Yunani lutron). Dengan kata lutron dibentuklah secara khusus kelompok kata
untuk menyatakan ide pembebasan berdasarkan pembayaran uang tebusan. Dalam
lingkaran ide-ide ini kematian Kristus dapat dipandang sebagai 'suatu tebusan
bagi orang banyak'.[11]
Pertama-tama, hidup Yesus itu berdaya membebaskan dan menebus. Akan tetapi
dalam hidupNya, Yesus dihadapkan kepada situasi-situasi yang tidak mudah,
ketika Dia disalahpahami oleh karena sikap internalNya yang bebas berhadapan
dengan hukum agama Yahudi di jamanNya yang ketat (bdk Mat 11,28: 23,4:
Luk 11,46), dan di lain pihak oleh karena keberanianNya yang solid dalam
mewartakan Allah sebagai Bapa yang mencintai semua orang tanpa syarat. Sikap
Yesus dalam kedua aspek ini justru menjadikanNya musuh dari para pemimpin agama
bangsaNya sendiri. Para pemimpin ini bersekongkol dengan kaum sakit hati
(oleh karena Yesus) untuk membunuh Yesus. Mereka menyerahkanNya ke dalam
kedaulatan Romawi untuk membunuNya melalui cara penyiksaan klasik yang brutal
tetapi legal, yakni melalui penyaliban. KematianNya dipandang sebagai konsekuensi
internal dari apa yang diimani dan diwartakan selama hidupNya.[12]
h.
Perjanjian
Penyelamatan dan Perjanjian Anugerah
Perjanjian penyelamatan adalah
peejanjian anatar tiga oknum di dalam Allah Yang Maha Esa. Perjanjiann ini
adalah perjanjian yang kekal. Sebelum Tuhan menjadikan langit dan bumi, sebelum
manusia lahir, Tuhan suadah tahu akan jatuhnya manusia ke dalam dosa dan Tuhan
berniat untuk menyelamatkan manusia. Maka antara tiga oknum dari Allah
Tritunggal timbullah perjanjian yang berisi; manusia akan diselamatkan ; Matius
40:7-9; Ibrani 10:5-7; Yohanes 6:38-40 (aktif); Roma 5:19; Lukas 22:29 dan
lain-lain.
Tuhan Allah Bapa yang memberikan jalan dan yang menentukan
syaratnya. Allah anak yang sanggup memenuhi syarat dan Roh Kudus yang akan
memberikan buahnya kepada manusia. Perjanjian ini dilakukan dengan penuh
sukarela. Allah Anak dengan sukarela memberikan kesanggupan- Nya. Dalam kitab
suci menyatakan bahwa perhubungan antara Allah Bapa dan Anak ialah hubungan
antara yang mengutus dengan yang diutus, yang memberi pekerjaan dengan yang
bekerja (Yoh. 10:37; Mat. 10:40). Allah Anak juga akan menerima upahnya kalau
sudah bekerja dengan memenuhi syarat (Mat. 28:19). Hubungan antara Allah Bapa
dan Allah Anak pada pihak kesatu dan Roh Kudus pada pihak kedua, ialah;
perhubungan yang mengutus dan yang diutus. Pekerjaan Roh Kudus ialah memberika
buah pekerjaan Tuhan Yesus kepada manusia, artinya: bagi orang yang percaya
diberikan segala sesuatu yang akan menyelamatkan orang itu, bagi orang yang
tidak percaya diberikan kesaksian terhadap Tuhan Yesus yang lebih memberatkan
hukuman orang itu.
Karena datangnya dosa, manusia akan dihukum, dijatuhi hukuman yaitu
mati. Akan tetapi perjanjian penyelamatan yang kekal menahan hukuman yang penuh, yaitu: kelenyapan dari
hidup yang baka. Dengan arti inilah kitab suci kadang-kadang menyatakan bahwa
manusia segenapnya akan tertolong; di dalam inti dari jumlah manusia sudah
dikatakan “segenap manusia”.
Perjanjian Anugerah
1.
Anugerah
umum
Adalah anugerah yang diberikan Tuhan kepada manusia semua
segenapnya.
Tuhan
berfirman kepada manusia:’jika kamu makan, kamu akan mati”. Manusia makan buah
yang dilarang oleh Tuhan, maka upahnya maut, dengan langsung ia akan mati. Akan
tetapi ternyata tidak demikian: manusia dijatuhi hukuman, akan tetapi tidak
terus mati. Hidup manusia akan menjadi berat, perkembangan manusia akan menjadi
sukar. Akan tetapi di dalam menjatuhkan hukuman, Tuhan bahkan sudah menjamin
hidup manusia. Manusia harus bekerja keras, tapi dengan demikian ia akan
mendapatkan kehidupannya.
Inilah anugerah yang mengalir dari perjanjiian penyelamatan. Ketiga
oknum telah berjanji: Manusia akan dilepaskan, berarti inti dari dunia akan
selamat. Tapi untuk memungkinkan itu, dunia manusia segenapnya dan alam semesta
pun harus tidak lenyap. Maka dari itu Tuhan mneghidupi alam seisinya dan
manusia. Inilah yang disebut anugerah umum.
Anugerah umum mengandung maksud melayani inti dari manusia yang
akan diselamatkan. Segala hal yang memungkinkan hidup manusia ini masih ada,
hanya berkat anugerah Tuhan yang umum. Seandainya dosa berkuasa sepenuhnya,
hidup manusia akan rusak sama sekali, pergaulan manusia tidak mungkin. Jadi
segala sesuatu yang masih berjalan baik, hanya dari berkat Tuhan yang umum.
Anugerah umum itu ada hanya agar inti manusia yang akan diberi keselamatan,
dapat sungguh diberi keselamatan. Jadi bagi orang-orang yang berada di luar
inti tersebut, anugerah umum ini hanya menunda hukuman saja. Maut itu hukaman.
Jika hukuman ditunda, mati ditunda, tentu dapat disebut anugerah.
2.
Anugerah
Khusus
Tuhan Yesus menjadi kepala umat manusia di dalam perjanjian
anugerah. Maka ia disebut: Adam yang kedua; artinya: ia adalah hanya buat
orang-orang yang termasuk di dalam inti dari manusia. Inti inilah yang
merasakan buah-buah pekerjaan Tuhan Yesus. Anugerah yang diberikan kepada
orang-orang ini disebut anugerah khusus.
Perjanjian anugerah adalah kenyataan dari perjanjian penyelamatan.
Perjanjian anugerah bermaksud anugerah yang khusus, akan tetapi juga
mengakibatkan anugerah yang umum. Anugerah umum hanya supaya melayani anugerah
khusus. Keindahan, kekuasaan, kebesaran di dunia ini semuanya hanya
memungkinkan terlaksananya anugerah khusus, yaitu: Lahirnya Tuhan Yesus, hidup
Nya di dunia dan keselamatan inti dari manusia.
Bagi
manusia perjanjian anugerah berarti kesanggupan Tuhan untuk memberikan
anugerah. Memang dalam perjanjian anugerah masih diperintahkan: “percayalah”,
akan tetapi segala syarat yang bisa mendapatkan keselamatan bagi manusia,
Tuhanlah yang memberi. Tuhan yang memberi percaya, tobat, maka dari itu juga
hidup kekal. Jadi kita dapat mengatakan bahwa sebenarnya bagi kristus
perjanjian anugerah bersifat perjanjian pekerjaan. Bagi manusia, perjanjian
anugerah. Kristus memenuhi hukum Tuhan, Ia memikul hukuman Tuhan: dan kedua
pekerjaan inilah yang menjadi sebab Tuhan memberikan dengan tidak bersyarat,
tidak ada kebaikan sedikitpun dan manusia segenapnya adalah anugerah atas nama
Tuhan Yesus kristus.[13]
PENUTUP
Dalam agama Kristen, ada dua dosa. Dosa warisan, dan dosa
perbuatan. Dosa warisan ialah dosa yang diwariskan oleh Adaam dan Hawa yang
pada waktu itu memakan buah yang dilarang oleh Allah. Sedanglan dosa perbuatan
ialah dosa yang diperbuat oleh manusia itu sendiri. Dalam pandangan kristiani,
manusia dipahami sebagai citra Allah yang menjadi partner (rekan kerja)
Allah. Kitab Kejadian menyebutkan bahwa manusia diciptakan secitra dengan Allah
. Dengan alasan bahwa manusia berkuasa atas ciptaan lain, maka manusia
menampakkan dan menampilkan citra Penciptanya. Penulis kitab Kejadian juga
menggambarkan tentang sifat manusia yang jahat yang memberontak kepada Allah
yang mengakibatkan hubungan baik dengan Allah menjadi putus dan rusak.
[1] Bobby
butar-butar, Dosa: dalam perspektif iman kristen, diakses dari http://psbobby.wordpress.com/2010/05/27/670/#more-670,
pada 15 03 2013
[2] Bobby
butar-butar, Dosa: dalam perspektif iman kristen, diakses dari http://psbobby.wordpress.com/2010/05/27/670/#more-670,
pada 15 03 2013
[3] Bobby
butar-butar, Dosa: dalam perspektif iman kristen, diakses dari http://psbobby.wordpress.com/2010/05/27/670/#more-670,
pada 15 03 2013
[4]Bobby
butar-butar, Dosa: dalam perspektif iman kristen, diakses dari http://psbobby.wordpress.com/2010/05/27/670/#more-670,
pada 15 03 2013
[5] Marchel,
suara di padang gurun, http://suaradipadanggurun.blogspot.com/2008/04/manusia-sebagai-citra-dan-rekan-sekerja.html
[6] Andre, manusia
sbg makhluk berdosa, dari http://hotbah.blogspot.com/2008/05/manusia-makhluk-berdosa.html
[7] Bobby
butar-butar, Dosa: dalam perspektif iman kristen, diakses dari http://psbobby.wordpress.com/2010/05/27/670/#more-670,
pada 15 03 2013
[8] Urban,
Linwood, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia),
cet. 3, 2009, hal. 176-180
[9] Pdt.
Budi Asali M.Div., Sejarah Singkat Augustinus, John Calvinisme dan Pertentangan
Calvinisme Arminianisme, diakses pada 03 Mei 2013, dari http://members.tripod.com/gkri_exodus/p_5pnt02.htm
[10] Bobby
butar-butar, Dosa: dalam perspektif iman kristen, diakses dari http://psbobby.wordpress.com/2010/05/27/670/#more-670,
pada 15 03 2013
[11] Alkitab
Sabda, Tebus Penebusan, diakses pada 03 mei 2013, dari http://alkitab.sabda.org/dictionary.php?word=penebusan
[12]
Kristiani Menjawab Muslim, Salib, Dosa, Penebusan, diakses pada 03 mei
2013, dari http://www.menjawabmuslim.com/html/salib__dosa_dan_penebusan.html
[13]
Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), cet. 17, 2011, h.
161-165