Pendahuluan
Dalam kehidupan bermasyarakat manusia di bumi manusia pastilah
memiliki etika, baik itu etika yang baik maupun etika yang buruk. Segala yang
dilakukan manusia di bumi terhadap Tuhannya, manusia yang lainnya, maupun
dengan lingkungannya itulah yang disebut etika. Maka kajian etika mempunyai
kajian tersendiri dalam pembahasannya. Baik itu dari segi filsafat, yaitu dari
asal usul filsafat itu sendiri maupun dari segi agama. Begitupula dalam agama
Hindu.
Hindu merupakan agama yang berasal dari bumi. Dapat dikatakan bahwa
agama Hindu itu diperuntukkan oleh semua makhluk hidup dan bahkan untuk semesta
alam. Dalam ajaran agama Hindu memiliki beberapa sumber ajaran, salah satu
sumber ajarannya yaitu berasal dari kitab Veda.
Ada
tiga aspek ajaran yang diajarkan oleh kitab Veda, yaitu tentang:
1.
Tattwa
(Filsafat)
2.
Susila
(Etika)
3.
Upacara
(Ritual)
Maka disini pemakalah akan membahas salah satu dari tiga ajaran tersebut
yaitu tentang Susila atau etika dalam kehidupan sehari-hari.
Pembahasan
a.
Pengertian
etika
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
dikatakan bahwa etika adalah ilmu yang tentang apa yang baik dan apa yang buruk
dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Dalam kaitannya dengan etika,
Berthens menjelaskan etika berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu ethos
dalam bentuk tunggal yang berarti alat kebiasaan, adat istiadat, akhlak yang
baik. Bentuk jamak dari ethos adalah ta etha artinya adat
kebiasaan. Dari bentuk jamak ini terbentuklah istilah etika oleh filsuf Yunani,
Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral.[1]
James J. Spilane SJ mengungkapkan
bahwa etika atau ethics mempertahankan atau mempertimbangkan tingkah laku
manusia dalam pengambilan keputusan moral. Etika mengarahkan atau menghubungkan
penggunaan akal budi individual dengan objektifitas untuk menentukan kebenaran
atau kesalahan dalam tingkah laku seesorang terhadap orang lain.[2]
Kata etika, sering disebut dengan
istilah etik, atau ethics (bahasa Inggris) mengandung banyak pengertian.
Dari segi etimologi istilah etika berasal dari kata latin “ethicus” dan
dalam bahasa Yunani disebut ethicos yang berarti kebiasaan. Dengan
demikian menurut pengertian yang asli, yang dikatakan baik itu yang sesuai
dengan masyarakat. Kemudian lambat laun pengertian ini berubah, bahwa etika
adalah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku
manusia. Mana yang dapat di nilai baik dan mana yang di nilai tidak baik.[3]
Etika merupakan cabang filsafat,
yang mempelajari pandangan-pandangan dan persoalan-persoalan yang berhubungan
dengan masalah kesusilaan, dan kadang-kadang orang memakai istilah filsafat
etika, filsafat moral, atau filsafat susila. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa etika adalah penyelidikan filosofis mengenai kewajiban-kewajiban manusia,
dan hal-hal yang baik-buruk. Etika adalah penyelidikan filsafat bidang moral.
Etika tidak membahas keadaan manusia, melainkan membahas bagaimana manusia itu
seharusnya bertingkah laku benar. Etika merupakan filsafat praktis manusia.
Etika adalah cabang dari aksiologi yaitu ilmu tentang nilai yang
menitikberatkan pada pencarian salah dan benar atau dalam pengertian lain
tentang moral dan immoral.[4]
Dalam agama Hindu etika dinamakan
susila, yang berasal dari dua suku kata su berarti baik, sila
berarti kebiasaan atau tingkah laku perbuatan manusia yang baik.[5] Sila
merupakan tingkah laku orang-orang beradab, dalam kaitannya dengan hukum. Sila
adalah menjadikan tingkah laku orang-orang beradab sebagai contoh dalam
kehidupan.[6]
b.
Ajaran
Hindu Dharma tentang susila
Dalam agama Hindu etika dinamakan
susila, yang berasal dari dua suku kata su berarti baik, sila
berarti kebiasaan atau tingkah laku perbuatan manusia yang baik.[7] Etika
berkedudukan sebagai pengetahuan tata susila mengatur tingkah laku umat manusia
agar tidak menyimpang dari sabda Tuhan. Etika menjadi dasar-dasar pelaksanaan
ajaran agama untuk mencapai Moksa, sesuai pada pustaka Samsamuccaya “Kesedihan
atau penderitaan batin tidak dapat disembuhkan kaum kerabat, akan tetapi dapat
diringankan dengan pertolongan tingkah laku susila. Bersusila adalah jalan
melenyapkan kedukaan hati”.[8]
Tingkah laku
(etika) itu meliputi Trikaya Parisudha; Karma Patha, Trivarga, dan Tat Twam
Asi.
1.
Trikaya
Parisudha
Trikaya
parisuda berasal dari bahasa Sansekerta. Tri berarti tiga, kaya
atau karya berarti kerja atau perilaku, dan parisudha berarti
upaya penyucian. Jadi, Trikaya parisuda mengandung arti upaya
pembersihan dari tiga macam perilaku kita yaitu:[9]
a.
Dasar
perilaku pikiran yang baik (Manacika)
b.
Dasar
perilaku ucapan yang baik (Vacika)
c.
Dasar
perilaku perbuatan badan yang baik (Kayika)
Maka dengan adanya pikiran yang baik akan menimbulkan ucapan yang
baik, sehingga menimbulkan perbuatan jasmani yang baik.[10]
Menurut Hindu Dharma setiap perilaku manusia dalam berlaku susila
yang baik akan menghilangkan segala musuh yang berdiam di dalam hati (batin)
manusia. Karena itu lebih berbahaya daripada musuh dari luar. Musuh batin itu
yaitu:
a.
Sadripu
Sad berarti enam, Ripu berarti musuh. Jadi, sadripu
ialah enam jenis musuh dalam hati yang tidak patut dimiliki umat manusia.
-
Kama:
Hawa nafsu yang didorong oleh nafsu inderawi
-
Lobha:
Sifat rakus akan membawa orang pada kehinaan
-
Krodha:
Kemarahan
-
Mada:
Mabuk-mabukan
-
Himsa:
Menyiksa makhluk yang tak bersalah
-
Matsarya:
Sifat iri hati
b.
Sad
Tatayi
Sad berarti enam, Tatayi berarti pembunuh kejam. Jadi sad
tatayi berarti enam pembunuh kejam, yakni:
-
Agnida
: membakar milik orang lain
-
Wisada
: meracun orang lain
-
Atharwa
: melakukan ilmu sihir
-
Sastraghna
: mengamuk sehingga menimbulkan kekacauan
-
Dratikrama
: memperkosa wanita
-
Rajapisuna
: memfitnah mengakibatkan kematian orang lain
c.
Limama
Yaitu lima perbuatan yang tidak
baik, yaitu:
-
Madon
: Berzina merupakan perbuatan tercela
-
Maling
: Mengambil milik orang lain tanpa izin
-
Main
: Berjudi
-
Madat
: menghisap atau minum ganja
-
Minum
: Meminum minuman keras sampai mabuk
d.
Sapta
Timira
Sapta berarti tujuh, Timira berarti kegelapan. Jadi, saptatimira
adalah tujuh macam kegelapan (perbuatan yang tidak baik), yakni:
-
Surupa
(kelituhayuan) : Sombong karena memiliki kecantikan
-
Dhana
(Kesugihan) : Sombong karena merasa dirinya kaya
-
Guna
(Kaprajnan) : Sombong karena merasa dirinya pandai
-
Kulina
(kewangsanan) : Sombong karena kebanggaan keturunan ningrat
-
Yowana
(Kayohanan) : Sombong karena merasa dirinya kuat, menyomvongkan masa muda,
berbuat sewenang-wenang
-
Sura
(Minuman keras) : Mabuk karena meminum minuman keras
-
Kasuran
(kawiryan) : Sombong karena kedudukan tinggi.[11]
Tiga sifat manusia itu disebut juga
dengan dasa Indriya. Yang mana dapat ditangkal dengan panca yama
brata dan panca niyama brata yakni:
1.
Ajaran
panca yama brata adalah lima jenis ajaran pengendalian diri atas;
-Ahingsa: tidak
bunuh membunuh
-Brahmacarya :
tidak kawin atau tekun untukmenuntut ilmu pengetahuan
-Satya :
berlaku benar dan jujur
-Awyawaharika :
tidak bertengkar atau tidak berbuat yang gaduh
-Astainya :
tidak mencuri atau tidak curang
2.
Ajaran
panca niyama brata adalah lima ajaran pengendalian terdiri atas;
-Akrodha :
artinya tidak marah kepada siapapun
-Gurususrusa :
artinya dapat berperilaku yang hormat dan sopan kepada sang guru atau acarya
-Sauca :
artinya dapat berlaku suci secara lahir dan batin
-Aharalaghawa :
artinya makan yang sederhana serta mengatur tata makanan yang baik dan benar
atau tidak makan makanan yang sembarangan
-Apramada :
artinya tidak berperilaku yang lalai atau salah terhadap semua hal yang
dilakukan.
2.
Tri
Varga
Adalah
tiga perincian dasar tentang tujuan menjelma sebagai manusia ke dunia ini yang
terdiri atas: dharma, artha, dan karma.
a.
Dharma : hukum kebenaran dan kesusilaan yang merupakan dasar dan jiwa
dari segala usaha. Segala bentuk kehidupan di dunia ini diatur oleh Dharma.
Maka Dharma terbagi menjadi empat:
1.
Dharma
Karya adalah kewajiban umat untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ini
akan terlaksana apabila dilandasi dengan:
-
Dana
Paramita : suka berbuat kebajikan
-
Ksanti
Paramita : suka mengampuni kesalahan orang lain
-
Virya
Paramita : mengutamakan kebenaran
-
Prajna
Paramita : bersikap tenang dan bijaksana
-
Dhyana
Paramita : merasa semua ini ciptaan Tuhan, hingga wajib menyayangi makhluk
hidup
-
Sila
Paramita : mengutamakan bekerja daripada tidak bekerja
2.
Dharma
Sentosa berarti tidak selalu gelisah dalam menghadapi kesulitan atau
penderitaan.
3.
Dharma
Putus berarti berbudi pekerti yang baik untuk menjauhkan diri dari dosa yang
menyebabkan rusaknya moral.
4.
Dharma
Jati ialah kewajiban yang harus dilakukan untuk menjamin kesejahteraan keluarga
serta mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan diri sendiri.[12]
b.
Artha : hasil usaha yang merupakan benda yang diperoleh dengan cara yang
benar. Memiliki harta benda akan menjerumuskna manusia jika tidak didasarkan
pada Dharma atau tidak diamalkan untuk Dharma. Harta benda itu perlu dan harus
diusahakan tetapi harus dengan jalan yang benar demi untuk memperkokoh Dharma.
c.
Kama : cinta kasih, ketenangan, kesenangan, kebahagiaan, dan
kesejahteraan. Kesenangan tertinggi adalah Moksa, yaitu bersatuya Atman dengan
Brahman.
Dharma, Artha, dan
Kama harus dijalankan dalam suatu rangkaian yang saling melengkapi artinya
umat tidak dapat hanya melaksanakan salah satunya saja. Dalam ayat 12 dari
pustaka sarassamucca menyebutkan bahwa jika memerlukan kekayaan (artha),
dharma itulah yang seharusnya terlebih dahulu dilaksanakan dan dengan jalan
demikian niscaya akan mendapatkan kesenangan (kama), kenikmatan.
Sebaliknya jika tidak dilandasi dharma, maka sukarlah untuk mendapatkan artha
dan karma.[13]
3.
Tat
Twam Asi
Adalah
suatu falsafah dalam Hinduisme yang mengajarkan kesosialan tanpa batas,
disebabkan telah diketahui bahwa segala makhluk adalah sama, sehingga menolong
orang lain berarti menolong diri sendiri, dan menyakiti orang lain berarti
menyakiti diri sendiri. Tat Twam Asi merupakan dasar utama untuk
mewujudkan masyarakat shanti (damai), kerta raharja (makmur). Ber
tat wam asi berarti selalu mengutamakan cinta kasih, rela berkorban, dan
berbakti kepada orang tua guru, bangsa, dan negara.[14]
Ini merupakan kondisi manusia dalam berhubungan dengan
masyarakat dan lingkungan dan kodisi manusia dalam berhubungna dengan Tuhannya.
Jika hubungan manusia dengan Tuhannya itu disebut posisi penyatuan atau Anubawa.
Tat wam asi ini adalah merupakan cara untuk menangkal musuh. Maksud dari
tat twan asi ini adalah “Engkau adalah aku, aku adalah engkau”. Maksud
dari kalimat tersebut adalah kamu adalah saya, jika aku menyakitimu maka aku
juga menyakiti diri saya sendiri. Jika dengan Tuhan (vertikat) berarti
Tuhan adalah saya. Jika saya tidak taat pada Tuhan berarti saya menyakiti
Tuhan.[15]
Sebenarnya Yadnya pada dasarnya
merupakan pemberian dengan tulus ikhlas. Lantaran Sang Hyang Widhi menciptakan
alam semesta ini berdsarakna Yadya nya yang kekal abadi, yang merupakan hutang
(Rna) bagi umat manusia pula, maka patutlah umat membayar hutang itu
dengan Yadya nya juga, guna mendapat anugrah, tuntunan, kebahagiaan, kedamaian
serta kebebasan abadi. Hutang (Rna) umat manusia ada tiga macam, yakni:
1.
Dewa
Rna : Hutang pengetahuan kepada
Dewa, yang patut dibayar
2.
Pitra
Rna : Hutang jasa pada para
leluhur yang patut dibayar
3.
Rsi
Rna : Hutang pengetahuan kepada
Rsi yang patut dibayar
Cara membayar hutang yang patut
dibayar tersebut ialah dengan melakukan Panca Yajnab yang terurai
sebagai berikut:
1.
Dewa
Yadnya : korban suci dengan
tulus ikhlas kehadapan Hyang Widhi dengan jalan cinta Bhakti, sujud memuja
serta mengikuti segala ajaran suci Nya, melalukauan kunjungan ke tempat suci (Tirtha
Yatra).
2.
Rsi
Yadnya : korban suci yang
tulus ikhlas untuk kesejahteraan para Rsi/Nabi serta mengamalkan segala
ajarannya.
3.
Pitra
Yadnya : korban suci yang
tulus ikhlas pada leluhur dan orang tua dengan memujakan keselamatannya di
akhirat serta memelihara keturunan dan menurut segala tuntunannya.
4.
Manusa
Yadnya : korban suci untuk
keselamatan dan kesejahteraan umat manusia.
5.
Bhuta
Yadnya : korban
suci kepada sekalian makhluk bawahan yang kelhatan maupun tidak, untuk
memelihara kesejahteraan alam semesta.[16]
4.
Karma
Patha
Bermakna
pelaksanaan atau pengendalian tingkah laku yang baik, perkataan yang baik, dan
pikiran yang baik, yang terdiri atas:
a.
Tiga
macam pengendalian melalui tingkah laku: tidak melakukan penyiksaan/ membunuh
makhluk yang tidak bersalah; hanya dibolehkan dalam perang, untuk menyelamatkan
jiwa sendiri, untuk yajna/yadna (menyembelih hewan untuk sesaji).
b.
Tidak
melakukan kecurangan terhadap harta benda dan tidak mencuri.
c.
Tidak
berbuat serong: tidak korupsi; tidak berbuat curang atau tidak mengadakan
hubungan segitiga yang dapat menimbulkan kekeruhan rumah tangga.
d.
Empat
macam pengendalian melalui perkataan: tidak memaki orang lain, tidak berkata
kasar, tidak memfitnah, tidak ingkar pada ucapan.
e.
Tiga
macam pengendalian melalui pikiran: tidak mengingini sesuatu yang tidak halal,
tidak berpikiran buruk pada orang lain, tidak mengingkari hukum karma phala.
Dalam pustaka
Sarasamuccaya ayat 75 menyebutkan “Tindakan dan gerak pikiran terlebih dahulu
akan dibicarakan ada tiga, yang diperinci sebagai berikut: tidak ingin dan
tidak dengki kepada kepunyaan orang lain, tidak bersikap kejam terhadap segala
makhluk, percaya akan kebenaran hukum karma phala itulah ketiga pikiran
merupakan pengendalian hawa nafsu”.[17]
Tata susila / Etika Khusus dalam Agama Hindu
1.
Tata
susila Rohaniawan
Sifat-sifat yang harus dimiliki:
a.
Cauca
: sifat bersih diri lahir batin
b.
Akroda
: tidak suka marah
c.
Upacama
: selalu mengendalikan dalam pergaulan
d.
Wimatsartwa
: tidak serakah
e.
Titiksa
: bersioifat sabar, tenang, tidak gelisah
f.
Anasuya
: tidak memiliki dendam
g.
Ksama
: suka memaafkan kesalahan orang lain
2.
Tata
susila pegawai
Yang harus dimiliki agar dapat
menjalankan kewajibannya:
a.
Jnana
Wisesa Sudha : berilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum
b.
Kaprahitaning
praja : memiliki belas asih kepada rakyat, dan mengadakan perbaikan umum.
c.
Kawiryan
: memiliki keberanian untuk menegakkan kebenaran
d.
Wiwaha
: memiliki wibawa
3.
Tata
susila Waisya (petani dan pedagang)
Tugas dan kewajiban waisya adalah
sebagai berikut:
a.
Memelihara
hewan peliharaannya
b.
Mengerjakan
sawahnya
c.
Berdagang,
memutarkan uang
d.
Belajar
agama pada sulinggih (pendeta)
e.
Memberikan
puja dana untuk kemajuan dan perkembangan agama
4.
Tata
susila Sudra
Sifat yang harus dimiliki ialah
jujur, setia, rajin, beriman, bersopan santun
5.
Tata
susila siswa
Yang harus diperhatikan siswa yaitu:
a.
Gurucusiusa
: kewajiban memperhatikan nasehatdan pelajaran dari guru
b.
Guru
bhakti : kewajiban untuk menghormati guru
c.
Satya
: ketaatan akan nasehat dan perintah guru
d.
Brahmacarya
: tidak kawin selama mengikuti pendidikan
6.
Tata
susila Grastha (rumah tangga/ keluarga)
a.
Suami
istri : suami istri disatukan atas dasar cinta kasih. Selain itu perkawinan
harus dikekalkan dengan oengesahan adat Hindu. Selain itu sang istri juga harus
selalu setia terhadap suami
b.
Orang
tua dan anak-anak : anak harus selalu menghormati orang tuanya.
c.
Hubungan
antara saudara : harus selalu rukun dan saling menanggung artinya dapat
dijadikan tempat berlindung, Saudara yang lebih kevil mengohrmati yang lebih
tua, yang tua menyayangi yang lebih muda.
d.
Kedudukan
anak lelaki : laki-laki sewaktu-waktu dapat menggantikan ayahnya sebagai penanggungjawab
keselamatan dan kesejahteraan. Selain itu laki-laki punya peranan penting dalam
penyelenggaraan upacara jenazah orang tuanya.
e.
Kedudukan
anak perempuan: anak perempuan harus disayangi. Ia harus diberi petunjuk untuk
menempuh arah tujuan selanjutnya agar tidak putus hubungan dengan
saudara-saudarnya.[18]
Penutup
Kesimpulan
Dalam ajaran Hindu mengenai etika (sila),
etika itu merupakan salah satu dari kerangkan dasar Weda, yaitu tattwa, susila,
dan upacara. Perbuatan meliputi Trikaya Parisudha; ada tiga yang
harus dikendalikan yakni pikiran, ucapan, perbuatan. Tri Varga : tiga
perincian dasar tentang tujuan menjelma sebagai manusia ke dunia ini. Tat
Wam Asi : dasar utama untuk mewujudkan masyarakat damai. Karma Patha:
pelaksanaan tingkah laku yang baik, perkataan yang baik, dan pikiran yang baik.
Adapun dalam Hindu diatur etika
khusus untuk Rohaniawan, siswa, pegawai, petani dan pedagang, dan hubungan
dalam rumah tangga.
Daftar Pustaka
1.
Rismawati,
Kepribadian dan Etika Profesi, (Yogyakarta: Graha Ilmu), 2008
2.
Subagiasta,
I Ketut., Teologi, Filsafat, Etika, dan Ritual dalam Susastra Hindu (Surabaya:
Paramita, 2006)
3.
Sudirga
,Ida Bagus, Agama Hindu SMA kls XII, (Bekasi: Ganeca Exact)
4.
Supriadi,
Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2006
5.
Swabodhi,
Harsha, Upamana Pramana Buddha Dharma & Hindu Dharma, (Sumatra
Utara: Yayasan Perguruan Budaya, 1980
6.
Wiadnyana,
M.S., The Power of Yoga, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama), 2012
[1]
Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2006), h. 7
[2]
Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, h. 7
[3]
Rismawati, Kepribadian dan Etika Profesi, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2008), h. 63
[4]
Rismawati, Kepribadian dan Etika Profesi, h. 63-64
[5]
Gede Pudja, Agama Hindu, (Jakarta: Mayasari, 1984)
[6]
Ida Bagus Sudirga, Agama Hindu SMA kls XII, (Bekasi: Ganeca Exact), h.
111
[7]
Gede Pudja, Agama Hindu, (Jakarta: Mayasari, 1984)
[8]
Harsa Swabodhi, Upamana Pramana Buddha Dharma & Hindu Dharma,
(Sumatra Utara: Yayasan Perguruan Budaya, 1980), h. 99
[9]
M.S. Wiadnyana, The Power of Yoga, (Jjakarta: Gramedia Pustaka Utama),
2012, h. 33
[10]
Harsa Swabodhi, Upamana Pramana Buddha Dharma & Hindu Dharma, h. 100
[11]
Harsa Swabodhi, Upamana Pramana Buddha Dharma & Hindu Dharma, h.
102-03
[12]
Harsa Swabodhi, Upamana Pramana Buddha Dharma & Hindu Dharma, h.
104-105
[13]
Harsa Swabodhi, Upamana Pramana Buddha Dharma & Hindu Dharma, h. 107
[14]
Harsa Swabodhi, Upamana Pramana Buddha Dharma & Hindu Dharma, h. 107
[15]
I Ketut
Subagiasta, Teologi, Filsafat, Etika, dan Ritual dalam Susastra Hindu (Surabaya:
Paramita, 2006),
[16]
Harsa Swabodhi, Upamana Pramana Buddha Dharma & Hindu Dharma, h. 108
[17]
Harsa Swabodhi, Upamana Pramana Buddha Dharma & Hindu Dharma, h.
107-108
[18]
Harsa Swabodhi, Upamana Pramana Buddha Dharma & Hindu Dharma, h.
112-118