A. Zaman Peradaban Sungai Indus
peradaban sungai
Indus ditandai dengan adanya kota Mohenjo-Daro dan harappa.Kota Mohenjo-Daro
diperkirakan menjadi ibu kota daerah lembah sungai Indus bagian selatan dan
Harappa sebagai ibukota lembah sungai Indus bagian utara.Wilayah kota dibagi atas beberapa bagian atau blok yang dilengkapi
jalan yang ada aliran airnya. daerah lembah sungia Indus sangat subur,
pertanian mata pencaharian utama. bagian utara dan lembah sungai gangga yang
berbatasan dengan pegunungan Himalaya didiami oleh bangsa Arya. Bangsa Arya
adalah bangsa pendatang dari Asia Tengah. Kemudian lama kelamaan bangsa Arya
mempengaruhi bangsa Dravida yaitu suku asli bangsa India sehingga terjadilah
percampuran kebudayaan dan agama.[i]
Kemakmuran
peradaban lembah sungai indus sangat bergantung pada intensifikasi pada
pengolahan tanah pertanian di sepanjang lembah. Peradaban sungai Indus
berkembang selama kurang lebih seribu tahun.[ii]
Penduduk
India tertua tergolong bangsa Negrito, yang kemudian bercampur dengan
bangsa-bangsa yang mendatangi India. Maka bangsa India adalah campuran. Bangsa
Dravida (penduduk asli) tersebar diseluruh India, tapi di India sebelah Utara mereka
didesak oleh bangsa Arya.[iii]
Bangsa Arya diperkirakan masuk ke India
pada 1000 SM dalam kurun waktu berkembangnya peradaban India kuno sejak
1500-500 SM.[iv]
Dibanding dengan peradaban Sindh peradaban Arya belum bisa dikatakan tinggi.
Mereka belajar bercocok tanam dari bangsa Dravida. Bangsa Arya pandai berperang
karena mereka suka mengembara. Sedangkan bangsa Dravida adalah bangsa yang
sudah memiliki peradaban tinggi. Hal ini dapat ditunjukkan dengan: Bangsa
Dravida sebelum kedatangan bangsa Arya sudah memiliki kota-kota besar, mereka
juga sudah membuat kapal-kapal untuk berdagang dengan bangsa lain, hidup dari
ppertanian dan cinta damai, masyarakat mereka bersifat matriakhal dan tidak
menerima kasta-kasta, mereka memuja dewi dan binatang-binatang seperti ular,
lembu, dan sebagainya.[v]
B. Veda Periodik
Zaman
weda merupakan zaman sejak masuknya bangsa Arya di Punjab hingga timbulnya
agama Budha pada kira-kira tahun 500 SM. Zaman ini dibagi lagi menurut
pertumbuhan kitab-kitab yang menjadi sumber
hidup keagamaan pada zaman ini, menjadi:
a. Zaman Weda Purba atau Weda Samhita,
dimulai dari tahun 1500 SM hingga kira-kira tahun 1000 SM. Pada zaman ini
bangsa Arya masih berada di Punjab yaitu daerah Sungai Indus atau Sindhu.
Disini belum banyak terdapat penyesuaian diri dengan peradaban India purba.
Pada zaman ini
kehidupan keagamaan orang Hindu didasarkan atas kitab-kitab yang disebut Weda
Samhita, yang berarti pengumpulan Weda. Menurut Hindu kitab ini ciptaan Dewa
Brahma. Isinya diwahyukan oleh Dewa Brahma pada Rsi atau pendeta, dalam bentuk
mantra-mantra yang kemudian disusun sebagai puji-pujian oleh para Rsi. Sebagai
wahyu tertinggi maka Weda disebut Sruti (yang didengar dari dewa tertinggi).
Sesudah dibukukan mantra-mantra itu dibagi menjadi 4 bagian pengumpulan
(samhita), yaitu:
Ø Regweda, beriri mantra-mantra dalam
bentuk pujian yang digunakan untuk mengundang para dewa agar berkenan hadir
pada upacara.
Ø Sama weda, hampir seluruh isinya diambil
dari regweda, kecuali beberapa nyanyian.
Ø Yajurweda, berisi Yajus atau rapal,
diucapkan oleh imam atau pendeta yang disebut Adwarya, yaitu saat ia melaksanakan
kurban. Rapal-rapal itu untuk mengubah kurban menjadi makanan dewa
Ø Atharwaweda, berisi mantra-mantra sakti.
Kepercayaan
pada Weda Purba
Ø Para dewata
Kitab Regweda
menyebutkan adanya 33 dewa, yang dibedakan atas dewa langit, dewa angkasa, dan
dewa bumi.
Ø Roh jahat
Ada dua roh jahat,
yaitu roh jahat yang tinggi martabatnya(salah satunya yaitu roh yang nenguasai
musim kemarau) dan roh jahat yang rendah martabatnya (salah satunya yaitu roh
yang menampakkan diri sebagai binatang atau sebagai manusia).
Praktik keagamaan
Yang menjadi pusat keagamaan orang-orang
pada zaman ini adalah kurban. Ada dua macam kurban:
Ø Kurban tetap, kurban yang dilakukan tiap
kali, pada waktu pagi dan sore, tiap bulan baru dan bulan purnama, tiap awal
musim semi, musim hujan, dan musim dingin.
Ø Kurban berkala, kurban yang dilakukan
jika ada keperluan.
b. Zaman Brahmana, dimulai pada tahun 1000
SM hingga 750 SM. Pada zaman ini para imam yaitu para Brahmana sangat berkuasa
dan menimbulkan kitab-kitab yang berlainan sekali sifatnya dibandingkan dengan
kitab-kitab Weda Samhita. Sekarang penyesuaian diri dengan peradaban India
purba sudah lebih maju, sehingga timbul jiwa baru.
Zaman ini adalah suatu
zaman yang memusatkan keaktifan rohaninya pada korban. Pada zaman Brahmana
timbul perubahan suasana. Ciri-ciri zaman ini adalah:
Ø Kurban mendapat tekanan yang berat.
Pada zaman weda purba
kurban masih menjadi alat untuk mempengaruhi para dewa agar berkenan menolong
manusia.pandangan itu pada zaman Brahmana berkembang hingga mencapai puncaknya.
Secara mitologis kurban digambarkan sebagai suatu makhluk hidup yang memiliki
anggota-anggota tubuh. Jika semua anggota-anggota itu disusun secara harmonis,
dengan perantaraan mantra-mantra, maka terbentuklah rupa korban. Rupa korban
ini dapat menjdaikan upacara korban berhasil.
Ø Para imam menjadi golongan yang paling
berkuasa.
Berhasilnya kurban
tergantung dari rupa kurban, rupa kurban tergentung pada kecakapan imam untuk
menyusunnya dengan mantranya.
Ø Perkembangan kasta dan asrama
Pada zaman ini
timbullah kasta-kasta yaitu kasta Brahmana (para imam), kasta Ksatria (yang
memerintah), kasta Waisya (pekerja), Kasta sudra (rakyat jelata). Asrama
merupakan suatu konsep sosial yang memberikan peraturan-peraturan bagi
tindakan-tindakan yang sesuai dengan tingkatan hidup orang menurut kastanya.
Hidup manusia dibagi menjadi 4 asrama, yaitu:
1. Brahmacarya, tahap menjadi murid.
Pada umur 12 tahun anak
harus belajar pada guru. Jika sudah diterima dengan suatu upacara maka disebut
dwija. Selama menjadi murid ia harus belajar kitab weda samhita.
2. Grhasta, tahap menjadi kepala keluarga.
Dalam tahap ini harus berkeluarga dan mempunyai banyak anak, terlebih anak
laki-laki. Karena anak laki-laki mempunyai tugas keagamaan.
3. Wanaprasta, tahap menjadi penghuni hutan
(pertapa)
Ia harus meningglakan
anak cucu nya dan pergi ke hutan untuk mempelajari kitab-kitab Aranyaka, serta
merenungkan kurban-kurban rohani. Akhirnya ia memasuki asrama terakhir yaitu
4. Sannayasa, tahap hidup penyangkalan
Ia harus meninggalkan
segala sesuatu, mengembara, hidup tanpa rumah, sebagai pengemis yang tidak
memiliki apa-apa. Dalam tahap ini ia mempelajari kitab Upanisad. Dalam
praktiknya sering tahap ke tiga dan empat digabung.
Ø Dewa-dewa berubah perangainya
Pada zaman ini ada
beberapa dewa yang sudah tak pernah disebut-sebut lagi.dan ada dewa-dewa yang
hanya diturunkannya kedudukannya.
Ø Timbulnya kitab-kitab sutra
Kitab sutra ialah
kitab-kitab pedoman yang berisi petunjuk tenteng banyak hal dan yang ditulis
dalam kalimat-kalimat yang pendek. Isinya membicarakan bahasa, tata bahasa,
upacara-upacara, ilmu pengetahuan tentang soal dan arti kata, dan sebagainya.
Semua itu diperlukan bagi teknik kurban yang memerlukan pengucapan mantra yang
tepat.
c. Zaman Upanisad, dimulai dari tahun 750
SM hingga 500 SM. Pada zaman ini pemikiran secara falsafah mulai berkembang.
Pusat peradaban berpindah dari Punjab ke Sungai Gangga.
Ajaran upanisad dapat
disebut monisme yang bersifat idealistis, artinya ajarannya mengajarkan bahwa
segala sesuatu dapat dikembalikan pada satu asas. Adapun asas yang satu itu
adalah Brahman dan Atman. Brahman adalah asas alam semesta sedangkan atman
adalah asas jiwa. Hanya Brahman dan Atman inilah yang memiliki kenyataan
Ø Brahman. Mula-mula Brahman adalah ilmu
yang suci, suatu nyanyian atau mantra, sebagai pernyataan yang konkret dari
hikmat rohani. Tapi kemudian Brahman adalah doa. Sekarang dalam Upanisad Brahman
adalah sebab adanya dunia, landasan atau sebab bendani dunia, seperti emas
adalah sebab bendani perhiasan dari emas.
Ø Atman
Dalam weda samhita
Atman berarti napas, jiwa, dan pribadi. Di dalam upanisad disebutkan bahwa
pengliihatan, pendegaran, dan sebagainya stu per satu meninggalkan tubuh untuk
mengetahui siapa dari fungsi-fungsi hidup itu yang terpenting. Akhirnya
diketahui bahwa yang terpenting adalah napas, atman. Dengan ini dijelaskan
bahwa atman adalah hakikat manusia yang
sesungguhnya. Atman adalah subyek yang tetap ada di tengah-tengah segala yang
berubah.
Ø Brahman adalah atman
Brahman sebagai asas
kosmis, adalah sama dengan atman sebagai asas hidup manusia. Di dalam atman
Brahman menjadi imanen. Yang tak terbetas menjadi terbetas
Ø Karma
Segala sesuatu
ditaklukan oleh karma baik dewa, manusia, maupun binatang dan tumbuhan. Hidup
kita sekarang dipengaruhi oleh perbuatan kita pada zaman kehidupan yang
mendahului hidup ini dan akan mempengaruhi hidup yang akan datang.
Ø Samsara
Ajaran tentang karma
mengakibatkan adanya ajaran tentang samsara, yaitu ajaran tentang perputaran kelahiran.
Nasib manusia adalah dilahirkan lagi, hidup, mati, demikian seterusnya
Ø Kelepasan
Sebab manusia dikuasai
oleh samsara karena manusia itu terdiri dari keinginan-keinginan. Siapa yang
ingin mendapatkan kelepasan ia harus dapat menghapuskan segala keinginannya.[vi]
C. Zaman Klasik
Sejak abad ke-6 hingga ke-2 SM India
mengalami krisis politik karena merosotnya kepercayaan pada kaum Brahmana
sehingga muncullah bangsa asing yang memasuki India, seperti Raja Darius 1 dari
Persia, Alexander Agung pada abad ke-3 SM. Oleh karena itu muncullah
pemikiran-pemikiran falsafi. Dan pada akhirnya pada zaman ini bermunculan
reformator-reformator seperti Sidharta Gautama dan Mahavira. Sidharta Gautama
merupakan pencetus dari agama Budha sedangkan Mahavira merupakan pencetus dari
agama Jain.[vii]
a. Kerajaan Maurya
Pendiri
kerajaan Maurya adalah Chandragupta. Kerajaan ini didirikan 322-298 SM. Dalam
pemerintahannya, India mencapai kemajuan dan mempunyai kebudayaan tinggi,
pemerintahan, keuangan, kehakiman, perekonomian, serta cara pertahannan yang
teratur. Pusat kekuasaan adalah raja, dibawahnya terdapat raja-raja muda yang
menguasai daerah-daerah atau provinsi-provinsi. Pertahanan dalam negeri sangat
kuat. Kaum Brahma mendapat perlindungan yang sangat besar.
Chandragupta
suatu ketika menarik diri dari pemerintahan dan pengikut Jaina setelah terjadi
kelaparan selama sepuluh tahun. Ia digantikan oleh puteranya Bindusara (298-272
SM). Pada pemerintahan Bindusara ini tidak begitu terlihat ada
kemajuan-kemajuan. Bindusara digantikan oleh Asoka Vardhana (272-232 SM). Asoka
meninggalkan agama Brahma dan memeluk agama Budha, sehinggapada saat itu agama
Budha dijadikan sebagai agama kerajaan. Asoka beramanat supaya diantara
agama-agama dan mazhab-mazhab harus ada ikatan persaudaraan dan perdamaian,
setiap agama merdeka mandapat kebaktian dan perlindungan yang sama dari raja.
Dalam agama Budha percaya bahwa manusia dalam hidupnya melalui beberapa tingkat
dalam menjelma menjadi suatu jenis makhluk. Penjelmaan itu ditentukan oleh
karma. Oleh karena itu manusia dan penjelmaannya tidak boleh dibunuh. Setelah
Asoka meninggal ia digantikan oleh puteranya yaitu Dasaratha. Namun Dasaratha
waktu itu diserang oleh kaum Brahma yang kedudukannya dibelakangkan, dan
akhirnya kerajaan ini mengalami kemunduran.[viii]
b. Kerajaan Gupta (320-656 SM)
Pendirinya
ialah Chandragupta 1, ia memerintah pada tahun 320-330. Raja ini berasal dari
derah yang kecil dekat Pataliputra menikah dengan putri Kumara Devi dari bangsa
Lichchavi. Dari pernikahannya ia mewarisi seluruh lembah Gangga. Ia digantikan
oleh puteranya Samudra Gupta.
Samudra Gupta
memerintah pada tahun 330-375. Samudra Gupta adalah Brahmin yang setia dengan
Hindu. Ia memerintah daerah Hindustan, sebagian dari India Utara dan India
Tengah. Samudra Gupta adalah salah satu raja yang termasyhur dari beberapa raja
di India.
Samudra
Gupta digantikan oleh Chandra Gupta ll Vikramaditya. Ia memerintah dari tahun
375-415. Dibawah pemerintahannya kerajaan India mencapai kemajuan. Keadaan
kerajaan amat makmur dan sentosa, pemerintahan dijalankan dengan
bijaksanaselama 30 tahun. Namun setelah ia wafat kerajaan ini mengalami kemunduran,
terutama karena desakan bangsa Huna (Huns) dari utara dan sikap raja-raja
penggantinya yang tidak cakap. Kira-kira 70 tahun setelah ChandraGupta ll
wafat, Kerajaan Gupta terpecah belah.
c. Kerajaan Harsha
Rajanya
bernama Suhasta Mama Maharaja Diraja Sri Harsha Wardana, memerintah tahun 606
hingga 647, yaitu raja terakhir dari raja India yang masyhur harsha berasal
dari keturunan raja kecil, namun ibunya termasuk keturunan raja Gupta. Harsha
berusaha memperkuat tentaranya. Setelah cukup kuat, ia memperluas kakuasaan
dari India Utara sampai ke Teluk Benggala. Hanya saja saat ia melawan kerajaan
Chalukya di India Tengah ia bdikalahkan oleh raja Pulakhesin ll (raja terkenal
kerajaan Chalukya). Harsha memerintah selama 46 tahun. Pada akhir
pemerintahannya ia menjadi seorang santri (Sangha) Budha. Pada tahun 647 raja
Harsha wafat setelah memerintah 46 tahun. Ia adalah raja yang membawa keamanan
dan kemakmuran dan membangkitkan India kembali dari penindasan bangsa Huna.
Tapi setelah kemakmuran kembali, terjadilah permusuhan antara raja-raja yang
berkuasa dibawah Harsha. Persatuan India lenyap sampai zaman Islam, dalam lima
abad mendatang mengalami perpecahan dan kekacauan.
D. Zaman Pertengahan
Zaman pertengahan dimulai dari kerajaan
India Utara, Deccan, India Selatan.
Di
India Tengah dan India Selatan kebudayaan Hindu terus berkembang, setelah India
Utara dan Hindustan di8kuasai oleh raja-raja Islam yang datang dari Persia dan
Asia Tengah. Sampai penjajahan Inggris (abad ke 18) di Deccan dan India Selatan
masih ada kerajaan-kerajaan Hindu yang merdeka dan terus melawan penjajahan itu
sampai permulaan abad ke 19 M, seperti dari Maratha.
Diantara kerajaan di India Tengah yang
kuat adalah Kerajaan Chalukya sampai tahun 1190. India Selatan jauh dari India
Utara yang dianggap sebagai pintu
masuknya agama baru, dan juga musuh. Sedangkan penduduk Deccan dan India
Selaan yaitu Dravida sudah mempunyai kebudayaan dan agama sendiri sebelum
datangnya bangsa Arya. Ketiga kerajaan tersebut makmur, menghasilkan kulit
manis, lada, emas, logam-logam, dan mutiara yang terkenal dari zaman dahulu
kala. Kemudian dari abad ke 4 hingga abad ke 8 M terdengar adanya kerajaan
Pallava yang menaklukkan ketiga kerajaan tersebut. Belakangan kekuasaan raja
Pallava berkurang karena aterus berperang dengan kerajaan Chalukya. Dengan
begitu mulailah muncul kerajaan Chola yang pada pemerinthan Rajarajadeva
(985)dan puteranya, Rajenda Choladeva l (1018) itu mempunyai daerah yang
melingkungi Sailan, Pegu, Martaban di Birmadan Kepulauan Andaman. Ada juga
candi di Tanjore.
Kerajaan-kerajaan Hindu di India Selatan
dikemudian hari menjadi satu abad ke 14, merupakan kerajan Vijayanagar
(1336-1565). Sejarah itu akan berhubungan dengan sejarah zaman Islam di India
Utara dan Hindustan.[ix]
E. Zaman Pra modern
Ciri utama masa ini menunjukkan fakta
bahwa islam memberikan sebuah konteks mendasar bagi perkembangan Hinduisme.
Islam memberikan pengaruh ganda bagi Hinduisme. Disatu pihak, Islam
mengenjurkan perpindahan agama, dipihak lain Islam mendorong kecenderungan yang
lebih egaliter dan monoteistik bagi kaum Hindu. Kemudian muncullah tokoh-tokoh
untuk menjembatani jurang pemisah antara keduanya, kabir (abad ke-15), guru
anak (1469-1538), dadu (1544-1603). Pada masa ini dua gerakan politik berbasis
Hindu yang cukup berhasil adalah kerajaan Vijayanagar di Selatan dan kerajaan
Marathas dibagian barat India. Dimana kerajaan Vijayanagar, Hindu atas Weda
yang ditulis oleh Sayana. Kemudian juga Shivaji (1627-1680) adalah ahli
dibidang ritual Weda dan menyatakan dirinya sebagai pelindung Weda. Ciri paling
menonjol pada masa muslim (1200-1757) ini adalah berkembangnya agama Wishnu
(Vaishnavism). Dua nama besar dari selatan adalah Vallaba (1479-1531) dari
India selatan dan Caitanya (1486-1533) dari Bengal.
Pedagang-pedagang Islam dari Asia Barat
datang ke India. Pengaruh agama dan kebudayaan Islam melalui keseluruhan India
pada abad ke 13 berdirilah kesultanan Delhi yang melahirkan dinasti Islam. Dlam
sejarah India ini dianggap sebagai permulaan zaman pertengahan dan dimulainya
zaman Mughal. Penyatuan kebudayaan Islam dan Hindu membawa kejayaan bagi India yang tercermin dalam
seni, sastra, bahasa, dan arsitektur.
Penyebaran Ialam dalam sejarah Islam di
India berlangusng secara bertahap. Islam masuk melalui pembaharuan kebudayaan
setempat. Pada abad-abada tersebut para Imigran dari hadhramaut (Yaman) mulai
memenuhi daratan India sebagai pedagang maupun juru dakwah. Puncaknya adalah
saat kekaisaran Mughal oleh Babar, keturunana Timur Lenk, Penguasa Mongol pada
tahun 1526.
F. Zaman modern
Zaman ini dimulai antara tahun 1800
hingga 1947. Pengaruh kebudayaan Barat memberikan dampak menentukan bagi
Hinduisme. Masuknya orang-orang Inggris sebagai penjajah membuat Hinduisme
menghadapi situasi yang berbeda seara kualitatif. Masuknya kekuatan Inggris
mengurangi kekuatan Islam. Namun Hinduisme harus menghadapi sebuah kekuatan
baru, yakni agama Kristen. Tokoh reformasi Hindu pertama adalah Raja Rammohun
Roy berusaha untuk membenarkan monotaisme yang berbasis Vedanta.
Menjelang akhir abad ke 19 dan awal abad
ke 20, perkembangan Hinduisme mengalami sebuah proses pembalikan. Pada
perkembangan sebelumnya, tradisi Hinduisme memperke4rsa posisinya untuk
mempertahankan posisinya untuk otoritas Veda karena dibawah tekanan Budhisme,
Jainisme, dan Matrealisme. Sedangkan di masa modern , walaupun Hinduisme
mendapat tekanan dari sumber kristiani yang rasional, modernis, dan reformis,
Hinduisme tidak bereaksi dengan cara yang sama. Hinduisme sekarang meninggilan
pengalaman religius doiatas otoritas religius dan tidak lagi terikat oleh
otoritas Veda.
G. Zaman Kemerdekaan India
Pada awal kemerdekaan yaitu perpindahan
penduduk secara besar-besaran akibat pecahnya jajahan Inggris menjadi India
Pakistan serta pengintegrasian kurng lebih enam ratuskerajaan kecil yang diperintahkan
oleh pangeran-pangeran ke dalam negara kesatuan India. India menyusun kerangka
kehidupan kenegaraannya dalam bentuk suatu Undang-Undang Dasarmulai tanggal 26
januari 1950. Sejak saat itu India resmi menjadi negara Republik.[x]
Agama
Negara
Agama
Hindu dan Budha pernah menjadi agama negara pada masa kerajaan-kerajaan di
India. Agama Hindu menjadi agama negara pada masa pemerintahan, diantaranya:
Kerajaan
Gupta
Pada
abad ke 4 muncul seorang raja yaitu Chandragupta 1 yang membangun kerajaan
Gupta, dengan pusatnya di Lembah Gangga. Pada pemerintahan raja Chandragupta 1,
agama Hindu dijadikan agama negara, namun Budha masih tetap dapat berkembang.
Masa kejayaan kerajaan Gupta terjadi pada masa pemerintahan Samudragupta. Ia
digantikan oleh Chandragupta, seorang yang beragama Hindu.
Agama
Hindu mengalami pasang surut dengan munculnya agama-agama baru di India, yakni
Budha, Jain, dan Sikh. Namun berkat peranan Dinasti Gupta, agama Hindu kembali
mendapat tempat pada masyarakat India sampai saat ini.[xi]
Tidak
hanya Hindu yang menjadi agama negara. Agama Budha pun pernah menjadi agama
negara, diantaranya yaitu:
Kerajaan
Maurya
Agama
Budha menjadi agama negara pada saat pemerintahan Asoka (268-233 SM). Awalnya
ia seorang penganut agama Hindu, tap berpundah agama menjadi pengikut Budha.
Raja Asoka resmi mengikuti ajaran Budha, tapi rakyat pada umumnya masih setia
pada ajaran Hindu. Asoka juga menerapkan hukum moral agama Budha mengenai sikap
baik dan menjauhi kekerasan serta memberikan perdamaian, kebudayaan,
kehormatan, dan kemakmuran bagi rakyatnya. Hal tersebut dapatlah dipahami bahwa
saat itu agama Budha dijadikan sebgaia agama negara.[xii]
Kerajaan
Harsha
Raja
Harsha pada awalnya memeluk agama Hindu, tetapi kemudia memeluk agama Budha.
Agama Budha pun dijadikan sebagai agama negara. Hal ini terbukti dengan
dibangunnya wihara dan stupa di tepi sungai Gangga.[xiii]
Filsafat
Hindu
Wedanta
Sad Darsana
(Filsafat Wedanta)
1.
Pengertian
dan Pokok-Pokok Ajaran Wedanta
pengertian
Wedanta
berasal dari kata weda – anta, artinya bagian terakhir dari weda. Kitab
Upanisad juga disebut dengan Wedanta, karena kitab-kitab inimewujudkan bagian
akhir dari Weda yang bersifat menyimpulkan. Disamping itu ada tiga faktor yang
menyebabkan Upanisad disebut dengan Wedanta, yaitu:
a. Upanisad adalah hasil karya terakhir
dari zaman Weda.
b. Pada zaman Weda program pelajarna yang
disampaikan oleh para Rsi kepda sisyanya, Upanisad juga merupakan pelajaran
yang terakhir. Para Brahmacari pada mulanya diberikan pelajaran shamhita yakni
koleksi syair-syair dari zaman Weda. Kemudian dilanjutkan dengan pelajaran
Brahmana yakni tata cara untuk melaksanakan upacara keagamaan, dan terakhir
barulah sampai pada filsafat dari Upanisad.
c. Upanisad merupakan kumpulan syair-syair
yang terakhir daripada zaman Weda. Oleh karena itu upanisad adalah inti dari
Weda atau Wedanta.
Jadi
pengertian Wedanta erat sekali hubungannya dengan upanisad hanya saja
kitab-kitab Upanisad tidak memuat urainnan-uraian yang sistematis. Penyusun
Upanisad pertama kali dilakukan oleh Badrayana, kira-kira 400 SM. Hasil
karyanya disebut Wedanta – sutra.
Pokok-Pokok Ajaran
Filasafat
Wedanta bersumber dari Upanisad, Brahma sutra/
Wedanta-sutra dan Bhagawadgita. Filsafat tentang dunia ini ada yang memberikan
ulasan bahwa dunia ini maya (bayangan saja). Dilain pihak menyebutkan dunia ini
betul-betul ada, bukan palsu sebab diciptakan oleh Tuhan dari diriNya sendiri.
Karena perbedaan pendapat ini dengan sendirinya menimbulkan teka-teki , apakah
dunia ini benar-vbenar ada ataukah dunia ini betul-betul maya?
Hal
ini menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda. Akibat dari penafsiran tersebut
menghasilkan aliran-aliran filsafat Wedanta.[xiv]
Adapun
para tokoh filsafat Wedanta yang
terkenal adalah Sankara, Ramanuja, dan Madhawa. Masing – masing tokoh
mendirikan aliran yang corak ajarannya berbeda antara satu dengan yang lainnya,
tetapi memiliki tujuan yang sama. (1) Sankara mendirikan aliran Adwaita; (2) Ramanuja mendirikan aliran Wisistadwaita; (3) Madhawa meandirikan aliran Dwaita. Secara garis besar semua aliran dari Wedanta tersebut terdiri dari aliran yang bersifat absolutistis dan
theis.[xv]
2.
Aliran
Adwaita dan Pemikiran Tokohnya
Sistem
Wedanta yang terkenal dan terbesara adalah Adwaita. Adwaita artinya tidak
dualisme. Maksudnya adwaita menangkal bahwa kenyataan ini lebih dari satu
(Brahman). Disamping ada Brahman masih ada Atman yang merupakan sumber
kekuatan.
Penganjur
terbesar dan terbanyak pegaruhnya dari aliran ini adalah Sankara (788-820 M).
Sweta Swatara Upanisad (mempertemukan pendapat-pendapat yang bertentangan),
menyatakan bahwa asal daripada dunia ini terletak pada kekuatan sulap (maya)
daripada Brahman. Dengan demikian Brahman dengan kekuatan MayaNya dapat
memperlihatkan segala yang kita lihat ini, sehingga menghalangi pengetahuan
kita yang sebenarnya yaitu Brahman dengan keanekaragamannya. Kekuatan Maya dari
Brahman dapat menipu diri manusia, antara lain:
a. Membuat manusia tertipu mengenai dunia
yang kita lihat.
b. Tertipu tentang apa yang sebenarnya
Tuhan itu.
Sankara
yang mengakui juga Maya itu kekuatan Tuhan, tetapi tidak permanen. Sankara
berpendapat bahwa Tuhan tidak mengalami suatu perubahan dan segala yang kita
lihat berubah, hanya kelihatannya saja demikian, sebenarnya tidak. Contoh:
Perubahan Wiwarta yakni perubahan pandangan terhadap kenyataannya. Sesungguhnya
tidak berubah, tapi kelihatannya saja berubah. Seperti merubah ular sebagai
tali, melihat awana sebagai orang-orangan, dan lain sebagainya.
Sankara
menganggap bahwa perubahan itu hanya lah wiwarta. Tapi keduanya percaya sat –
Karya – Wada – (Samkhya)yakni semuanya bersumber dari Brahman.
Menurut
Upanisad dunia beserta isinya adalah merupakan evolusi dari Brahman, evolusi
paling dikenal adalah bahwa dari Brahman timbul panca Tan Matra – panca Maha
Bhuta dari unsur ini timbul benda. Disamping sesuatu yang ada merupakan bagian
dari dunia, tapi juga Tuhan sendiri menjadi dunia ini. Sankara tidak setuju
bahwa Tuhan itu menciptakan dunia ini (parinama), tapi menyatakan diproyeksikan
pada Tuhan (Wiwartawada).
Sankara
menyatakanyang ada secara nyata (Sat) adalah kekal. Hanya bRahmana lah yang
disebut Sat, artinya hanya Brahmana lah yang kekal. Tapi dunia ini beraneka
ragam. Jadi dunia bukanlah sat, dunia ini bukan Brahman. Oleh karena itu harus
dikatakan bahwa dunia adalah betul-betul ada dan maya, karena tidak kekal.
Demikian pula benda-benda duniawi, sekalipun tidak dapat dikatakan ada secara
mutlak, namun kenyataannya memang ada. Tapi benda duniawi tidak kekal selalu
berubah sesuai dengan kodratnya.
Dunia
ini tergantung pada Brahman. Seandainya Brahman tidak ada, dunia tidaka akan
ada. Tapi bukan sebaliknya. Barhman tetap ada dan kekal abadi.
Hubungan Brahman Dengan
Atman
Menurut
Sankara hubungan antara jiwa dengan Brahman tidak sama dengan hubungan alam
semesta atau dengan Brahman. Jadi jiwa tidak boleh dipandang sebgai kenyataan
sifat Brahman, sebab jiwa terkena pengaruh rajas dan tamas, walaupun jiwa
adalah Brhaman seutuhnya.
Satu-satunya
relitas yanga ada adalah Brahman. Tapi Brahmna tidak tampak sebagai dunia yang
objektif, yakni penjelmaan Brahman sebagai jiwa, yang memberikan kekuatan hidup
setiap makhluk.
Brahman
dikenal sebagai neti (Bukan ini, bukan itu). Sankara memberikan ulasan bahwa
Brahman memiliki dua rupa, dua bentuk nya yakni:
a. Para-rupa yakni rupa yang lebih tinggi
b. Apara-rupa yakni rupa yang lebih rendah.
Pendapat Sankara
tentang Pengetahuan
Menurut
Sankara ada enam macam alat-alat pengetahuan (Pramana), yaitu; pengematan,
penyimpulan, pembandingan, kesaksian, persangkaan, dan tiada pengetahuan.
Sankara
mengajarkan bahwa Tuhanlah yang menurunkan ajaran Weda. Weda bukan karya Tuhan,
tapi Tuhan menurunkan wahyu yang diterima oleh para Rsi yang dihimpun menjadi
Weda. Sankara menyatakan bahwa Weda akan muncul kembali pada zaman berikutnya.
Menurut
Sankara ada dua macam pengetahuan yaitu:
a. pengetahuan yang lebih tinggi (Pra Widya)
Pengetahuan yang lebih tinggi mengandung segala macam kebenaran, meliputi
segala sesuatu yang mewujudkan kesatuan segala sesuatau yang mewujudkan
kesatuan segala sesuatu yaitu Brahman. Pengetahuan yang lebih tinggi disebut
Brahman Widya (Pengetahuan tentang Brahman) atau Ataman Widya (pengetahuan
tentang Atman).
b. pengtahuan yang lebih rendah (apara Widya).
Pengetahuan ini mengenai pengetahuan dunia yang tampak ini, yang sebenarnya
ialah Khayalan. Maka sebenarnya pengetahuan yang lebih rendah bukan
pengetahuan, tapi bentuk Adiwya.
Adiwya: Tujuan hidup manusia adalah
untuk mengetahui dan merealisir kebenaran. Orang yang mencapai tujuan hidup itu
akan berubah pikirannya. Perubahan pikiran ini menghasilkan kelepasan.
Sarana untuk mencapai kelepasan
yaitu:
Ø Melakukan disiplin wairagya, yaitu sikap
tidak tertarik pada duniawi.
Ø Berusaha mendapatkan pengetahuan tentang
kebenaran yang tertinggi (Jnana) dan mengubha pengetahuan itu menjadi
pengalaman yang langsung, yaitu dengan belajar pada guru.[xvi]
3.
Aliran
Wasistadwaita dan pemikiran tokohnya
Wasistadwaita
berasal dari kata Wasista dan Dwaita. Wasista berarti ‘yzng diterangkan’ yaitu
oleh sifat-sifatnya. Jadi Brahman yang satu diberi keterangan oleh
sifat-sifatNya. Tokohnya bernama Ramanuja (1050-1137).
Ramanuja
menjelaskan pandangannya dengan cara orang memakai bahasa pada umumnya. Misal:
“Mawar adalah merah”. Mawar adalah substansi, merah adalah sifat. Keduanya
tidak sama, tapi menguraikannya seolah sama. Hubungan keduanya merupakan
hubungan substansi dengan sifat.
Dalam
Wasistadwaita ditekankan bahwa yang satu itu diterangkan atau ditentukan oleh
sifat-sifatnya,Brahman yang tunggal itu menjelma dalam jiwa dan dunia serta
menjiwai keduanya.
Tuhan
Menurut
Ramanuja Tuhan adalah asas yang amanen yaitu berada di dalam jiwa (purusa)dan
benda (prakerti). Tuhan, jiwa, dan benda mewujudkan suatau kesatuan yang
organis. Hubungan antara ketiganya yaitu apathak
siddhi atau tak dapat dipisahkan. Sekalipun demikian ia tidak dipengaruhi
oleh jiwa dan benda.
Jiwa
Jiwa
disebut dengan prakara Tuhan, artinya jiwa turut membantu Tuhan. Jiwa berbentuk
atom.jikalau Tuhan berakekatkan akal, maka jiwa berakekatkan perasaan. Jiwa
juga dapat menderita karena Karma
yang dibuat oleh manusia. Ada tiga golongan, yaitu:
1. Jiwa yang tidak pernah dibelenggu oleh
duniawi yang disebut Nitya.
2. Jiwa yang bebas dari belenggunya yang
disebut mukti
3. jiwa yang masih terbelenggu oleh benda,
sehingga masih mengalami kelahiran kembali.
Prakerti
Ramanuja
mengajarkan bahwa:
1. Benda tidak bergantung dari roh atau
jiwa dalam perkembangan
2. Sattwa, rajas, tamas mewujudkan
sifat-sifat benda
Hubungan
jiwa dengan Tuhan, jiwa dengan badan dipengaruhi sifat masing-masing. Ramanuja
menguraikan sepuluh sifat, yakni:
a. Lima kwalitas indriani; sparsendria, granendria, jihwendria,
srotendria, caksu indria.
b. Triguna; sattwa, rajas, tamas.
c. Budhi dan ahamkara.
Kesepuluh unsur
memberikan potensi atau daya yang menyebabkan gerak (sakti).
Menurut
Ramanuja ada tiga alat ilmu pengetahuan; pengamatan, penyimpulan, sabda (pratyaksa,
anumana, sabda pramana).
Pengetahuan
adala semuanya benar. Ada tingkatan-tingkatan kebenaran: kurang benar, cukup
benar, benar sekali.
Tujuan
hidup menurut Ramanuja adalah untuk mencapai alam Narayana, menikmati kebebasan
dan kebahagiaan yang sempurna. Ada dua jalan untuk mencapainya:
a.
Dengan
prapati atau penyerahan secara mutlak dan dengan bhakti atau sembahyang.
Praparti adalah orang yang harus berkiblat pada Tuhan. Penyerahan diri harus
dengan sikap menaruh kepercayaan yang sempurna.
b.
Dengan
jalan Bhakti yaitu disamping berusaha mendekatkan diri terhadap Tuhan denagn
memasrahkan jiwa raga demi Tuhan, juga berusaha mengharmonisasikan diri
(mendekatkan diri) terhadap segala ciptaan Tuhan dengan jalan; berkarma,
berpikir, dan melatihb diri dari segala godaan. Selanjutnya dikatakan tujuan
yang terakhir akan tercapai jika tubuh luluh dengan asalnya. Di situ lah jiwa
akan melihat Tuhan secara langsung dan akan nampak sebagai hakekat yang
tertinggi dari kekuatan dirinya sendiri.[xvii]
4.
Aliran
Dwaita dan Pemikiran Tokohnya
Tokoh
nya bernama Madhwa (1199-1278). Sisitemnya disebut Dwaita (dualis) sebab
menurut Madhwa poko-poko ajaran filsafatnya adalah perbedaan (bheda). Sistem
ini dinamakan realistis karena dunia ini adalah nyata, bukan maya.akhirnya
sistem ini bersifat theistis karena menerima adanya Tuhan berdiri sendiri,
dengan begitu Madhwa mengakui atau percaya dengan adanya manifestasi dari Tuhan
yang beraneka ragam.
Karena
ajaran Madhwa adalah mengakui adanya kenyataan yang beraneka ragam di dunia
ini, semuanya mempunyai ciri dan sifat tersendiri sehingga menimbulkan
perbedaan-perbedaan. Perbedaan itu mempunyai wujud tersendiri.
Menurut
Madhwa di dunia ini ada lima macam perbedaan, yaitu:
a. Perbedaan antara Tuhan dengan jiwa
b. Perbedaan antara jiwa dengan jiwa lainnya
c. Perbedaan antara Tuhan dengan benda
d. Perbedaan antara jiwa dengan benda
e. Perbedaan antara benda yang satu dengan
yang lain.
Mereka
saling bergantungan. Misal: tubuh bergantung pada jiwa.
Tuhan, jiwa dan benda itu kekal,
namun hanya Tuhan yang merdeka dan bebas, yang tidak bergantung pada siapapun
dan apapun.
Menurut Madhwa di dunia ini banyak
jiwa yang tidak terhingga jumlahnhya. Tiap jiwa berbeda dengan jiwa lain.
Itulah sebab tiap orang memiliki pengelamannya sendiri-sendiri. Jiwa itu
berbentuk atom, tapi karena dipengaruhi nafsu maka jiwa ini ikut mederita atau
bahagia. Padah sebenarnya jiwa itu kekal dan abadi penuh dengan kebahagiaan.
Secara umum jiwa yang ada di dunia
mempunyai tingkatan-tingkatan, yaitu:
a. Jiwa-jiwa yang bebas secara kekal
(nitya), seperti Laksmi, istri, atau sakti Wisnu
b. Jiwa-jiwa yang telah mencapai kelepasan
dari sengsara (mukta) yaitu para Dewata, para Rsi, dan nenek moyang yang
mendapat kelepasan
c. Jiwa-jiwa yang terbelenggu (baddha),
oleh segala papa dan dosa, jiwa yang terbelenggu ini ada dua kelompok, yaitu:
1. Jiwa-jiwa yang masih dapat dibebaskan
(Mukti Yogya)
2. Jiwa-jiwa yang tidak dapat dilepaskan
lagi, terdiri dari dua:
Ø Jiwa yang untuk selamanya terikat hukum
samsara
Ø Jiwa yang terus diikat oleh hukum
samsara yang lebih rendah.
Ada
juga jenis tingkatan yang lainnya yaitu: Jiwa Satwika (Jiwa yang dikuasai oleh
sifat Sattwam), Jiwa Rajas (Jiwa yang dikuasai sifat Rajas), Jiwa tamas (Jiwa
yang terikat oleh hukum Samsara yang lebih rendah karena sifatnya dikuasai
tamas).
Menurut
Madhwa ada dua alat untuk memperoleh pengetahuan yang benar, yakni:
Kewalapramana (alat yang primer)__ pengetahuan yang benar itu sendiri, yaitu
menunjuk dengan langsung kepada suatu peristiwa__ dan anupramana (alat
sekunder)__mendapatkan pengetahuan dengan perantara akal sehat. Perantara akal
sehat itu ada tiga: Pratyaksa Pramana (pengamatan langsung), anumana Pramana
(analisa), agama Pramana (Wahyu Tuhan).
Pengamatan
dilakukan menggunakan sapta indria yaitu, panca budhindria,manas, dan saksin
(kesadaran).
Pengetahuan
yang benar yaitu pengetahuan yang sesuai dengan kenyataan yang ada di luar
manusia. Hal ini dijelaskan dengan seutas tali dengen seekor ular. Dwaita
berpendapat bahwa ular itu tidak ada, baik ditempat itu maupun di tempat lain.
Kesalahan pengetahuan itu ialah apa yang tidak ada disangka ada. Orang-orang
pada umumnya bingung, menyangka yang tidak ada dikatakan ada, hal ini
disebabkan oleh awidya (kegelapan pikiran manusia).
Untuk
mencapai tujuan hidup yakni dengan meniadakan awidya. Samsara juga disebabkan
karen awidya.[xviii]
Nyaya
·
Nyaya membicarakan bagian umum filsafat dan metode untuk mengadakan
penelitian yang kritis.[xix]
·
Pendiri ajaran ini adalah Mahersi Gautama (Gotami), kitabnya yaitu Nyaya
sutra.[xx]
·
Dalam arti sempit Nyaya berarti penalaran silogostis. Sedangkan
dalam arti lebih luas, Nyaya berarti pemeriksaan objek melalui bukti-bukti.
Karenanya Nyaya menjadi sebuah sains pembuktian atau pengetahuan nyang benar (Pramanashastra).[xxi]
·
pengetahuan kita berlaku (benar) atau tidak, hal itu tergantung
dari alat-alat yang dipakai.[xxii]
·
Alat-alat yang dipakai untuk mendapatkan pengetahuan disebut pramana.[xxiii]
·
Catur pramana, yaitu:[xxiv]
Tuhan menurut Nyaya
·
Tuhan disamakan dengan siwa.
·
Menurut Nyaya Tuhan adalah penyebab tertinggi penciptaan,
pemeliharaan, dan peleburan dunia
·
Ada dua macam pembuktian tentang Tuhan: Komologi, yaitu Pembuktian
ini menyatakan bahwa dunia ini adalah akibat dari suatu sebab. Sebab itulah
Tuhan; dan teleologis, yaitu di dunia ini ada suatu tata tertib dan aturan
tertentu sehingga dunia ini menampakkan suatu rencana yaitu Tuhan
·
Tuhan sebagai penggerak pertama dan utama dari atom-atom yang
menjadikan benda-benda di alam ini. Tuhan menciptakan, merawat, melebur alam
dan segala isinya dengan pengaruh karma dari alam dan isinya.
·
Dunia ini lengkap dengan derita dan kebahagiaan, dapat atau
tidaknya makhluk menikmati kebahagiaan di dunia ini tergantung dari benar
tidaknya pengetahuan yang dimiliki oleh makhluk
·
Dalam ajaran
kosmologi Hindu, alam semesta dibangun dari lima unsur, yakni: tanah (zat padat), air (zat cair), udara (zat
gas), api (plasma), dan ether. Kelima unsur tersebut disebut Pancamahabhuta
atau lima unsur materi.
·
kelepasan menurut Nyaya[xxvi]
Mimamsa
·
Istilah Mimamsa berasal dari kata dasar man berarti ’berfikir’,
‘memperhatikan’, ‘menimbang’, atau ‘menyelidiki’.[xxvii]
·
Secara etimologi ingin berfikir . berarti pemikiran, pemeriksaan atau penyelidikan,
dari teks weda.
·
Purwa mimamsa secara khusus mengkaji bagian veda
·
Purvamimamsa juga disebut karma mimamsa, menafsirkan aksi terlarang
dalam weda
·
Pembina sistem Mimamsa adalah Jamini, kitabnya Mimamsa sutra
·
Ada dua aliran dalam Mimamsa, yakni Prabhakara dan Kumarila Bhata
·
Prabhakara mengajarkan lima cara untuk memperoleh pengetahuan dan
Kumarila Bhata mengajarkan enam
·
Mimamsa memandang bahwa cara kesaksian (Sabda) ialah yang paling
penting dan utama, yakni kesaksian dalam Weda
·
Tujuan Mimamsa adalah untuk mencapai kebahagiaan surgawi, hal itu
dapat dilakukan dengan pelaksanaan dharma, yakni upacara kurban
·
Mimamsa menerima semua perbuatan terlarang dalam pustaka Weda,
serta membagi menjadi dua bagian, yaitu: Mantra dan Brahmana
·
Pangkal pikiran Mimamsa tercentum dalam sajak pembukaan Mimamsa
sutra yang berbunyi; “kini adalah pemeriksaan kewajiban (dharma)”
·
Menurut Jamini, pengetahuan tentang dharma hanya dapat diperoleh
melalui penyaksian kata-kata (sabda)
·
Pustaka Mimamsasutra terdiri atas dua belas bab (adhayana).
Masing-masing dibagi menjadi empat bagian; sedangkan bab 3, 6, dan 10 berisikan
delapan bagian
·
Hanya bab pertama yang mengandung nilai filsafat. Bagian-bagian
selanjutnya manjelaskan tafsiran ritual dan upacara-upacara kebaktian
·
Menurut Mimamsa alam itu kekal, tidak dibuat oleh Tuhan, dan ada
dengan sendirinya
·
Substansi yaitu: bumi, air, api, hawa, akasa, akal, pribadi, ruang,
waktu, ditambah tamas dan suara
·
Substansi, kwalitas, dan sifat umum tidak dapat dipisahkan
·
weda diakui sebagai sumber pengetahuan yang maha sempurna, weda
bukan pula ciptaan Tuhan, weda ada dengan sendirinya.
[i] Fauqi F, diakses pada 18 oktober 2012, dari http://citrus-ilmu.blogspot.com/2010/05/peradaban-lembah-sungai-indus-i-letak.html
[ii] Nana Supriatna, Sejarah, e book
[iii] Harun Hadiwijono, Hindu dan Budha, jakarta: BPK Gunung Mulia,
cet. 6, 1989, h. 10
[iv] Nana Supriatna, Sejarah, e book
[v] Harun Hadiwijono, Hindu dan Budha, h. 10-11
[vi] Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Budha, e book
[vii] Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Budha, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia), cet. VI, 1989, h 23
[viii] T.S.G Mulia, India sedjarah politik dan pergerakan, (Jakarta:
Balai Pustaka), cet. III, 1959, h 25-32
[ix] T.S.G Mulia, India sedjarah politik dan pergerakan, (Jakarta:
Balai Pustaka), cet. III, 1959, h. 43-46
[x] Makalah Topik lV, Zaman Pertengahan sampai Kemerdekaan India
[xi] Makalah Topik lll, Zaman Agama Budha, h.4
[xii] Makalah Topik lll, Zaman Agama Budha, h. 2-3
[xiii] Makalah Topik lll, Zaman Agama Budha, h. 5
[xiv] I Geda Rudia Adiputra, dkk, Tattwa
Darsana, Jakarta: Yayasan Dharma Sarathi, 1990, h. 67-68
[xv] Bayu Arkeolog Jawa, Intisari Sad Darsana dan Hubungannya dengan ilmu
Percandian Dalam Dunia Arkeologi, diakses pada 24 Okt. 12, dari http://bayuarkeologjawa.blogspot.com/2011/11/intisari-sad-darshana-dan-hubungannya.html
[xvi] I Geda Rudia Adiputra, dkk, Tattwa
Darsana, Jakarta: Yayasan Dharma Sarathi, 1990, h. 69-76
[xvii] I Geda Rudia Adiputra, dkk, Tattwa
Darsana, Jakarta: Yayasan Dharma Sarathi, 1990, h.76-85
[xviii] I Geda Rudia Adiputra, dkk, Tattwa
Darsana, Jakarta: Yayasan Dharma Sarathi, 1990, h. 85-90
[xix] Harun Hadiwijono, Sari Filsafat
India, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1989, h. 53
[xx] I Made Titib, Pengantar Weda,
Jakarta: Hanuman Sakti, 1996, h. 155
[xxi] Matius Ali, Filsafat India,
Karang Mulya: Sanggar Luxor , cet l, 2010, h. 33-35
[xxii] Matius Ali, Filsafat India,
Karang Mulya: Sanggar Luxor , cet l, 2010, h. 33-35
[xxiii] Harun Hadiwijono, Sari Filsafat
India, h. 53
[xxiv] Harsa Swabodhi, opamana-pramana
Budha Dharna dan Hindu Dharma, h. 13
[xxv] I Gede Rudia Adiputra dkk, Tattwa
Darsana, h. 25-26
[xxvii] Matius Ali, Filsafat India,
Sanggar Luxor ,Karang Mulya: 2010, cet l, h. 89