Kamis, 13 November 2014

Etika Dalam Ajaran hindu Dharma



Pendahuluan
Dalam kehidupan bermasyarakat manusia di bumi manusia pastilah memiliki etika, baik itu etika yang baik maupun etika yang buruk. Segala yang dilakukan manusia di bumi terhadap Tuhannya, manusia yang lainnya, maupun dengan lingkungannya itulah yang disebut etika. Maka kajian etika mempunyai kajian tersendiri dalam pembahasannya. Baik itu dari segi filsafat, yaitu dari asal usul filsafat itu sendiri maupun dari segi agama. Begitupula dalam agama Hindu.
Hindu merupakan agama yang berasal dari bumi. Dapat dikatakan bahwa agama Hindu itu diperuntukkan oleh semua makhluk hidup dan bahkan untuk semesta alam. Dalam ajaran agama Hindu memiliki beberapa sumber ajaran, salah satu sumber ajarannya yaitu berasal dari kitab Veda.
Ada tiga aspek ajaran yang diajarkan oleh kitab Veda, yaitu tentang:
1.      Tattwa (Filsafat)
2.      Susila (Etika)
3.      Upacara (Ritual)
Maka disini pemakalah akan membahas salah satu dari tiga ajaran tersebut yaitu tentang Susila atau etika dalam kehidupan sehari-hari.
Pembahasan
a.       Pengertian etika
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dikatakan bahwa etika adalah ilmu yang tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Dalam kaitannya dengan etika, Berthens menjelaskan etika berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu ethos dalam bentuk tunggal yang berarti alat kebiasaan, adat istiadat, akhlak yang baik. Bentuk jamak dari ethos adalah ta etha artinya adat kebiasaan. Dari bentuk jamak ini terbentuklah istilah etika oleh filsuf Yunani, Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral.[1]
James J. Spilane SJ mengungkapkan bahwa etika atau ethics mempertahankan atau mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam pengambilan keputusan moral. Etika mengarahkan atau menghubungkan penggunaan akal budi individual dengan objektifitas untuk menentukan kebenaran atau kesalahan dalam tingkah laku seesorang terhadap orang lain.[2]
Kata etika, sering disebut dengan istilah etik, atau ethics (bahasa Inggris) mengandung banyak pengertian. Dari segi etimologi istilah etika berasal dari kata latin “ethicus” dan dalam bahasa Yunani disebut ethicos yang berarti kebiasaan. Dengan demikian menurut pengertian yang asli, yang dikatakan baik itu yang sesuai dengan masyarakat. Kemudian lambat laun pengertian ini berubah, bahwa etika adalah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia. Mana yang dapat di nilai baik dan mana yang di nilai tidak baik.[3]
Etika merupakan cabang filsafat, yang mempelajari pandangan-pandangan dan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan masalah kesusilaan, dan kadang-kadang orang memakai istilah filsafat etika, filsafat moral, atau filsafat susila. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa etika adalah penyelidikan filosofis mengenai kewajiban-kewajiban manusia, dan hal-hal yang baik-buruk. Etika adalah penyelidikan filsafat bidang moral. Etika tidak membahas keadaan manusia, melainkan membahas bagaimana manusia itu seharusnya bertingkah laku benar. Etika merupakan filsafat praktis manusia. Etika adalah cabang dari aksiologi yaitu ilmu tentang nilai yang menitikberatkan pada pencarian salah dan benar atau dalam pengertian lain tentang moral dan immoral.[4]
Dalam agama Hindu etika dinamakan susila, yang berasal dari dua suku kata su berarti baik, sila berarti kebiasaan atau tingkah laku perbuatan manusia yang baik.[5] Sila merupakan tingkah laku orang-orang beradab, dalam kaitannya dengan hukum. Sila adalah menjadikan tingkah laku orang-orang beradab sebagai contoh dalam kehidupan.[6]

b.      Ajaran Hindu Dharma tentang susila
Dalam agama Hindu etika dinamakan susila, yang berasal dari dua suku kata su berarti baik, sila berarti kebiasaan atau tingkah laku perbuatan manusia yang baik.[7] Etika berkedudukan sebagai pengetahuan tata susila mengatur tingkah laku umat manusia agar tidak menyimpang dari sabda Tuhan. Etika menjadi dasar-dasar pelaksanaan ajaran agama untuk mencapai Moksa, sesuai pada pustaka Samsamuccaya “Kesedihan atau penderitaan batin tidak dapat disembuhkan kaum kerabat, akan tetapi dapat diringankan dengan pertolongan tingkah laku susila. Bersusila adalah jalan melenyapkan kedukaan hati”.[8]
            Tingkah laku (etika) itu meliputi Trikaya Parisudha; Karma Patha, Trivarga, dan Tat Twam Asi.

1.      Trikaya Parisudha
      Trikaya parisuda berasal dari bahasa Sansekerta. Tri berarti tiga, kaya atau karya berarti kerja atau perilaku, dan parisudha berarti upaya penyucian. Jadi, Trikaya parisuda mengandung arti upaya pembersihan dari tiga macam perilaku kita yaitu:[9]
a.       Dasar perilaku pikiran yang baik (Manacika)
b.      Dasar perilaku ucapan yang baik (Vacika)
c.       Dasar perilaku perbuatan badan yang baik (Kayika)
Maka dengan adanya pikiran yang baik akan menimbulkan ucapan yang baik, sehingga menimbulkan perbuatan jasmani yang baik.[10]
Menurut Hindu Dharma setiap perilaku manusia dalam berlaku susila yang baik akan menghilangkan segala musuh yang berdiam di dalam hati (batin) manusia. Karena itu lebih berbahaya daripada musuh dari luar. Musuh batin itu yaitu:
a.       Sadripu
Sad berarti enam, Ripu berarti musuh. Jadi, sadripu ialah enam jenis musuh dalam hati yang tidak patut dimiliki umat manusia.
-          Kama: Hawa nafsu yang didorong oleh nafsu inderawi
-          Lobha: Sifat rakus akan membawa orang pada kehinaan
-          Krodha: Kemarahan
-          Mada: Mabuk-mabukan
-          Himsa: Menyiksa makhluk yang tak bersalah
-          Matsarya: Sifat iri hati
b.      Sad Tatayi
Sad berarti enam, Tatayi berarti pembunuh kejam. Jadi sad tatayi berarti enam pembunuh kejam, yakni:
-          Agnida : membakar milik orang lain
-          Wisada : meracun orang lain
-          Atharwa : melakukan ilmu sihir
-          Sastraghna : mengamuk sehingga menimbulkan kekacauan
-          Dratikrama : memperkosa wanita
-          Rajapisuna : memfitnah mengakibatkan kematian orang lain

c.       Limama
Yaitu lima perbuatan yang tidak baik, yaitu:
-          Madon : Berzina merupakan perbuatan tercela
-          Maling : Mengambil milik orang lain tanpa izin
-          Main : Berjudi
-          Madat : menghisap atau minum ganja
-          Minum : Meminum minuman keras sampai mabuk

d.      Sapta Timira
Sapta berarti tujuh, Timira berarti kegelapan. Jadi, saptatimira adalah tujuh macam kegelapan (perbuatan yang tidak baik), yakni:
-          Surupa (kelituhayuan) : Sombong karena memiliki kecantikan
-          Dhana (Kesugihan) : Sombong karena merasa dirinya kaya
-          Guna (Kaprajnan) : Sombong karena merasa dirinya pandai
-          Kulina (kewangsanan) : Sombong karena kebanggaan keturunan ningrat
-          Yowana (Kayohanan) : Sombong karena merasa dirinya kuat, menyomvongkan masa muda, berbuat sewenang-wenang
-          Sura (Minuman keras) : Mabuk karena meminum minuman keras
-          Kasuran (kawiryan) : Sombong karena kedudukan tinggi.[11]
Tiga sifat manusia itu disebut juga dengan dasa Indriya. Yang mana dapat ditangkal dengan panca yama brata dan panca niyama brata yakni:
1.      Ajaran panca yama brata adalah lima jenis ajaran pengendalian diri atas;
-Ahingsa: tidak bunuh membunuh
-Brahmacarya : tidak kawin atau tekun untukmenuntut ilmu pengetahuan
-Satya : berlaku benar dan jujur
-Awyawaharika : tidak bertengkar atau tidak berbuat yang gaduh
-Astainya : tidak mencuri atau tidak curang

2.      Ajaran panca niyama brata adalah lima ajaran pengendalian terdiri atas;
-Akrodha : artinya tidak marah kepada siapapun
-Gurususrusa : artinya dapat berperilaku yang hormat dan sopan kepada sang guru atau acarya
-Sauca : artinya dapat berlaku suci secara lahir dan batin
-Aharalaghawa : artinya makan yang sederhana serta mengatur tata makanan yang baik dan benar atau tidak makan makanan yang sembarangan
-Apramada : artinya tidak berperilaku yang lalai atau salah terhadap semua hal yang dilakukan.

2.      Tri Varga
      Adalah tiga perincian dasar tentang tujuan menjelma sebagai manusia ke dunia ini yang terdiri atas: dharma, artha, dan karma.
a.       Dharma : hukum kebenaran dan kesusilaan yang merupakan dasar dan jiwa dari segala usaha. Segala bentuk kehidupan di dunia ini diatur oleh Dharma. Maka Dharma terbagi menjadi empat:
1.      Dharma Karya adalah kewajiban umat untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ini akan terlaksana apabila dilandasi dengan:
-          Dana Paramita : suka berbuat kebajikan
-          Ksanti Paramita : suka mengampuni kesalahan orang lain
-          Virya Paramita : mengutamakan kebenaran
-          Prajna Paramita : bersikap tenang dan bijaksana
-          Dhyana Paramita : merasa semua ini ciptaan Tuhan, hingga wajib menyayangi makhluk hidup
-          Sila Paramita : mengutamakan bekerja daripada tidak bekerja
2.      Dharma Sentosa berarti tidak selalu gelisah dalam menghadapi kesulitan atau penderitaan.
3.      Dharma Putus berarti berbudi pekerti yang baik untuk menjauhkan diri dari dosa yang menyebabkan rusaknya moral.
4.      Dharma Jati ialah kewajiban yang harus dilakukan untuk menjamin kesejahteraan keluarga serta mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan diri sendiri.[12]
b.      Artha : hasil usaha yang merupakan benda yang diperoleh dengan cara yang benar. Memiliki harta benda akan menjerumuskna manusia jika tidak didasarkan pada Dharma atau tidak diamalkan untuk Dharma. Harta benda itu perlu dan harus diusahakan tetapi harus dengan jalan yang benar demi untuk memperkokoh Dharma.
c.       Kama : cinta kasih, ketenangan, kesenangan, kebahagiaan, dan kesejahteraan. Kesenangan tertinggi adalah Moksa, yaitu bersatuya Atman dengan Brahman.
      Dharma, Artha, dan Kama harus dijalankan dalam suatu rangkaian yang saling melengkapi artinya umat tidak dapat hanya melaksanakan salah satunya saja. Dalam ayat 12 dari pustaka sarassamucca menyebutkan bahwa jika memerlukan kekayaan (artha), dharma itulah yang seharusnya terlebih dahulu dilaksanakan dan dengan jalan demikian niscaya akan mendapatkan kesenangan (kama), kenikmatan. Sebaliknya jika tidak dilandasi dharma, maka sukarlah untuk mendapatkan artha dan karma.[13]
3.      Tat Twam Asi
      Adalah suatu falsafah dalam Hinduisme yang mengajarkan kesosialan tanpa batas, disebabkan telah diketahui bahwa segala makhluk adalah sama, sehingga menolong orang lain berarti menolong diri sendiri, dan menyakiti orang lain berarti menyakiti diri sendiri. Tat Twam Asi merupakan dasar utama untuk mewujudkan masyarakat shanti (damai), kerta raharja (makmur). Ber tat wam asi berarti selalu mengutamakan cinta kasih, rela berkorban, dan berbakti kepada orang tua guru, bangsa, dan negara.[14]
Ini merupakan kondisi manusia dalam berhubungan dengan masyarakat dan lingkungan dan kodisi manusia dalam berhubungna dengan Tuhannya. Jika hubungan manusia dengan Tuhannya itu disebut posisi penyatuan atau Anubawa. Tat wam asi ini adalah merupakan cara untuk menangkal musuh. Maksud dari tat twan asi ini adalah “Engkau adalah aku, aku adalah engkau”. Maksud dari kalimat tersebut adalah kamu adalah saya, jika aku menyakitimu maka aku juga menyakiti diri saya sendiri. Jika dengan Tuhan (vertikat) berarti Tuhan adalah saya. Jika saya tidak taat pada Tuhan berarti saya menyakiti Tuhan.[15]
Sebenarnya Yadnya pada dasarnya merupakan pemberian dengan tulus ikhlas. Lantaran Sang Hyang Widhi menciptakan alam semesta ini berdsarakna Yadya nya yang kekal abadi, yang merupakan hutang (Rna) bagi umat manusia pula, maka patutlah umat membayar hutang itu dengan Yadya nya juga, guna mendapat anugrah, tuntunan, kebahagiaan, kedamaian serta kebebasan abadi. Hutang (Rna) umat manusia ada tiga macam, yakni:
1.      Dewa Rna       : Hutang pengetahuan kepada Dewa, yang patut dibayar
2.      Pitra Rna         : Hutang jasa pada para leluhur yang patut dibayar
3.      Rsi Rna           : Hutang pengetahuan kepada Rsi yang patut dibayar
Cara membayar hutang yang patut dibayar tersebut ialah dengan melakukan Panca Yajnab yang terurai sebagai berikut:
1.      Dewa Yadnya             : korban suci dengan tulus ikhlas kehadapan Hyang Widhi dengan jalan cinta Bhakti, sujud memuja serta mengikuti segala ajaran suci Nya, melalukauan kunjungan ke tempat suci (Tirtha Yatra).
2.      Rsi Yadnya                 : korban suci yang tulus ikhlas untuk kesejahteraan para Rsi/Nabi serta mengamalkan segala ajarannya.
3.      Pitra Yadnya               : korban suci yang tulus ikhlas pada leluhur dan orang tua dengan memujakan keselamatannya di akhirat serta memelihara keturunan dan menurut segala tuntunannya.
4.      Manusa Yadnya          : korban suci untuk keselamatan dan kesejahteraan umat manusia.
5.      Bhuta Yadnya                         : korban suci kepada sekalian makhluk bawahan yang kelhatan maupun tidak, untuk memelihara kesejahteraan alam semesta.[16]

4.      Karma Patha
      Bermakna pelaksanaan atau pengendalian tingkah laku yang baik, perkataan yang baik, dan pikiran yang baik, yang terdiri atas:
a.       Tiga macam pengendalian melalui tingkah laku: tidak melakukan penyiksaan/ membunuh makhluk yang tidak bersalah; hanya dibolehkan dalam perang, untuk menyelamatkan jiwa sendiri, untuk yajna/yadna (menyembelih hewan untuk sesaji).
b.      Tidak melakukan kecurangan terhadap harta benda dan tidak mencuri.
c.       Tidak berbuat serong: tidak korupsi; tidak berbuat curang atau tidak mengadakan hubungan segitiga yang dapat menimbulkan kekeruhan rumah tangga.
d.      Empat macam pengendalian melalui perkataan: tidak memaki orang lain, tidak berkata kasar, tidak memfitnah, tidak ingkar pada ucapan.
e.       Tiga macam pengendalian melalui pikiran: tidak mengingini sesuatu yang tidak halal, tidak berpikiran buruk pada orang lain, tidak mengingkari hukum karma phala.
      Dalam pustaka Sarasamuccaya ayat 75 menyebutkan “Tindakan dan gerak pikiran terlebih dahulu akan dibicarakan ada tiga, yang diperinci sebagai berikut: tidak ingin dan tidak dengki kepada kepunyaan orang lain, tidak bersikap kejam terhadap segala makhluk, percaya akan kebenaran hukum karma phala itulah ketiga pikiran merupakan pengendalian hawa nafsu”.[17]
Tata susila / Etika Khusus dalam Agama Hindu
1.      Tata susila Rohaniawan
Sifat-sifat yang harus dimiliki:
a.       Cauca : sifat bersih diri lahir batin
b.      Akroda : tidak suka marah
c.       Upacama : selalu mengendalikan dalam pergaulan
d.      Wimatsartwa : tidak serakah
e.       Titiksa : bersioifat sabar, tenang, tidak gelisah
f.       Anasuya : tidak memiliki dendam
g.      Ksama : suka memaafkan kesalahan orang lain
2.      Tata susila pegawai
Yang harus dimiliki agar dapat menjalankan kewajibannya:
a.       Jnana Wisesa Sudha : berilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum
b.      Kaprahitaning praja : memiliki belas asih kepada rakyat, dan mengadakan perbaikan umum.
c.       Kawiryan : memiliki keberanian untuk menegakkan kebenaran
d.      Wiwaha : memiliki wibawa
3.      Tata susila Waisya (petani dan pedagang)
Tugas dan kewajiban waisya adalah sebagai berikut:
a.       Memelihara hewan peliharaannya
b.      Mengerjakan sawahnya
c.       Berdagang, memutarkan uang
d.      Belajar agama pada sulinggih (pendeta)
e.       Memberikan puja dana untuk kemajuan dan perkembangan agama
4.      Tata susila Sudra
Sifat yang harus dimiliki ialah jujur, setia, rajin, beriman, bersopan santun
5.      Tata susila siswa
Yang harus diperhatikan siswa yaitu:
a.       Gurucusiusa : kewajiban memperhatikan nasehatdan pelajaran dari guru
b.      Guru bhakti : kewajiban untuk menghormati guru
c.       Satya : ketaatan akan nasehat dan perintah guru
d.      Brahmacarya : tidak kawin selama mengikuti pendidikan
6.      Tata susila Grastha (rumah tangga/ keluarga)
a.       Suami istri : suami istri disatukan atas dasar cinta kasih. Selain itu perkawinan harus dikekalkan dengan oengesahan adat Hindu. Selain itu sang istri juga harus selalu setia terhadap suami
b.      Orang tua dan anak-anak : anak harus selalu menghormati orang tuanya.
c.       Hubungan antara saudara : harus selalu rukun dan saling menanggung artinya dapat dijadikan tempat berlindung, Saudara yang lebih kevil mengohrmati yang lebih tua, yang tua menyayangi yang lebih muda.
d.      Kedudukan anak lelaki : laki-laki sewaktu-waktu dapat menggantikan ayahnya sebagai penanggungjawab keselamatan dan kesejahteraan. Selain itu laki-laki punya peranan penting dalam penyelenggaraan upacara jenazah orang tuanya.
e.       Kedudukan anak perempuan: anak perempuan harus disayangi. Ia harus diberi petunjuk untuk menempuh arah tujuan selanjutnya agar tidak putus hubungan dengan saudara-saudarnya.[18]
Penutup
            Kesimpulan
            Dalam ajaran Hindu mengenai etika (sila), etika itu merupakan salah satu dari kerangkan dasar Weda, yaitu tattwa, susila, dan upacara. Perbuatan meliputi Trikaya Parisudha; ada tiga yang harus dikendalikan yakni pikiran, ucapan, perbuatan. Tri Varga : tiga perincian dasar tentang tujuan menjelma sebagai manusia ke dunia ini. Tat Wam Asi : dasar utama untuk mewujudkan masyarakat damai. Karma Patha: pelaksanaan tingkah laku yang baik, perkataan yang baik, dan pikiran yang baik.
            Adapun dalam Hindu diatur etika khusus untuk Rohaniawan, siswa, pegawai, petani dan pedagang, dan hubungan dalam rumah tangga.
Daftar Pustaka
1.      Rismawati, Kepribadian dan Etika Profesi, (Yogyakarta: Graha Ilmu), 2008
2.      Subagiasta, I Ketut., Teologi, Filsafat, Etika, dan Ritual dalam Susastra Hindu (Surabaya: Paramita, 2006)
3.      Sudirga ,Ida Bagus, Agama Hindu SMA kls XII, (Bekasi: Ganeca Exact)
4.      Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006
5.      Swabodhi, Harsha, Upamana Pramana Buddha Dharma & Hindu Dharma, (Sumatra Utara: Yayasan Perguruan Budaya, 1980
6.      Wiadnyana, M.S., The Power of Yoga, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama), 2012


[1] Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 7
[2] Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, h. 7
[3] Rismawati, Kepribadian dan Etika Profesi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), h. 63
[4] Rismawati, Kepribadian dan Etika Profesi, h. 63-64
[5] Gede Pudja, Agama Hindu, (Jakarta: Mayasari, 1984)
[6] Ida Bagus Sudirga, Agama Hindu SMA kls XII, (Bekasi: Ganeca Exact), h. 111
[7] Gede Pudja, Agama Hindu, (Jakarta: Mayasari, 1984)
[8] Harsa Swabodhi, Upamana Pramana Buddha Dharma & Hindu Dharma, (Sumatra Utara: Yayasan Perguruan Budaya, 1980), h. 99
[9] M.S. Wiadnyana, The Power of Yoga, (Jjakarta: Gramedia Pustaka Utama), 2012, h. 33
[10] Harsa Swabodhi, Upamana Pramana Buddha Dharma & Hindu Dharma, h. 100
[11] Harsa Swabodhi, Upamana Pramana Buddha Dharma & Hindu Dharma, h. 102-03
[12] Harsa Swabodhi, Upamana Pramana Buddha Dharma & Hindu Dharma, h. 104-105
[13] Harsa Swabodhi, Upamana Pramana Buddha Dharma & Hindu Dharma, h. 107
[14] Harsa Swabodhi, Upamana Pramana Buddha Dharma & Hindu Dharma, h. 107
[15] I Ketut Subagiasta, Teologi, Filsafat, Etika, dan Ritual dalam Susastra Hindu (Surabaya: Paramita, 2006),
[16] Harsa Swabodhi, Upamana Pramana Buddha Dharma & Hindu Dharma, h. 108
[17] Harsa Swabodhi, Upamana Pramana Buddha Dharma & Hindu Dharma, h. 107-108
[18] Harsa Swabodhi, Upamana Pramana Buddha Dharma & Hindu Dharma, h. 112-118